Pembentukan Kementerian Maritim Tidak Tepat
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Pembentukan Kementerian Maritim oleh Presiden Tepilih Joko Widodo (Jokowi) tidak tepat, karena masalah kelautan merupakan masalah lintas sektoral,” kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Hendri Saparini usai diskusi bertajuk “Tantangan Industri Kelautan dan Perikanan di Era Pemerintahan yang Baru” di Warung .Bejo, Tebet, Jakarta Selatan Selasa (14/10) siang.
“Penyelesaian masalah kelautan dibutuhkan tanggung jawab besar, sehingga tidak bisa diserahkan oleh satu kementerian saja,” kata Hendri. Ia menyarankan pemerintah yang baru memiliki keberpihakan kepada industri kelautan dan perikanan, dengan anggaran dan kebijakan yang mendorong kemitraan industri kelautan dengan perikanan dengan nelayan kecil.
“Pemerintah jangan tergantung dana bantuan dan pinjaman untuk menyelesaikan masalah perikanan, hasil manajemen aset BUMN dapat diinvestasikan untuk menunjang industri perikanan dan kelautan,” tambah Hendri.
Diskusi itu memaparkan tiga langkah pembenahan sektor kelautan. Pertama mengintegrasikan seluruh komponen sektor kelautan seperti jasa konstruksi, pariwisata dan pendidikan “Tidak hanya masalah koordinasi dan integrasi, implementasi keberpihakan sektor kelautan masih buruk,” kata Direktur Riset CORE Indonesia Mohammad Faisal. Ia mencontohkan lulusan ilmu perikanan yang bekerja di sektor kelautan hanya lima persen.
Kedua membangun kemitraan antara industri perikanan dan kelautan besar, dengan nelayan kecil. Faisal mengatakan kemitraan bertujuan untuk memotong rantai perdagangan, sehingga biaya produksi di industri kelautan dapat ditekan.
Langkah ketiga adalah pembenahan infrastuktur yang menunjang sektor kelautan dan perikanan di Indonesia. “Permintaan produk perikanan paling banyak berasal di Kawasan Indonesia Barat, sementara persediaan berada di Kawasan Indonesia Timur, hal itu tidak disertai dengan infrastruktur yang baik, sehingga biaya produksi di industri perikanan tinggi,” kata Faisal.
Ia juga mengkritisi visi misi kelautan Indonesia yang dinilai tidak jelas, dibanding visi misi kelautan Vietnam yang berhasil mengubah industri perikanan skala manual menjadi industri perikanan besar. “Indonesia kalah dengan Vietnam, sekarang nilai ekspor perikanan kita berbanding 1:2 padahal Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia,” tambah Faisal.
Industri perikanan dan kelautan harus digalakan karena Indonesia memiliki potensi kelautan yang besar. Peneliti di CORE Indonesia Prof. Ina Primiana Syinar mengatakan Indonesia memiliki tiga alur laut kelautan Indonesia (ALKI), yang merupakan jalur utama perdagangan dunia. “Tapi ketimpangan volume perdagangan kawasan Indonesia Barat dengan Indonesia Timur mencapai 90 persen,” kata Prof. Ina.
“Jika pemerintah menggalakan industri perikanan, maka industri perkapalan dan jasa transportasi laut mengalami peningkatan, dan menambah ketersediaan lapangan kerja,” tambah Prof. Ina.
Ia menyatakan salah satu hambatan di industri perikanan adalah suku bunga kredit perbankan sebesar 11,2 sampai 13 persen yang dinilainya terlalu tinggi, sementara di Singapura dan Malaysia suku bunga kredit perbankan hanya 2,75 persen.
Diskusi yang diadakan CORE Indonesia merupakan tanggapan gagasan kemaritiman Presiden Terpilih Jokowi dan pengesahan UU Kelautan.
Editor : Bayu Probo
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...