Pemberontak Houthi Tahan Kapal Korsel
SEOUL, SATUHARAPAN.COM-Dua dari tiga kapal yang ditahan kelompok pemberontak Yaman, Houthi, pada akhir pekan adalah milik Korea Selatan, kata para pejabat di Seoul, hari Selasa (19/11), dan 16 orang awak kedua kapal ditahan.
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi yang memerangi gerakan Houthi yang didukung Iran, mengatakan pada hari Senin bahwa Houthi telah menahan sebuah kapal yang menarik sebuah rig pengeboran milik Korea Selatan di ujung selatan Laut Merah, menurut laporan Reuters.
Kapal itu ditangkap hari Minggu malam oleh orang-orang Houthis bersenjata, kata juru bicara Koalisi, Kolonel Turki al-Malki, dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita pemerintah Arab Saudi.
Dia tidak mengatakan berapa banyak anggota awak kapal yang ditahan. Namun Al-Malki mengatakan, serangan itu mengancam rute pelayaran vital di selat Bab al-Mandeb, yang digunakan untuk pengiriman minyak dari Teluk ke Eropa, serta barang-barang dari Asia ke Eropa, menurut AP.
Orang-orang Houthi secara rutin menargetkan rig-rig minyak, biasanya rig milik Arab Saudi atau mitra koalisinya yang telah mendukung pemerintah Yaman sejak perang saudara tahun 2015.
Ke 16 anggota awak kapal dibawa ke pelabuhan Salif, di mana mereka ditahan oleh orang-orang Houthi, tambah kementerian luar negeri Seoul. "Semua warga negara kami ... sehat dan aman," kata para pejabat dalam sebuah pernyataan.
Seoul telah mengirim kapal angkatan laut Korea Selatan, Cheonghae, yang siaga anti-pembajakan di lepas pantai Oman, ke perairan dekat tempat kejadian itu, menurut laporan AFP. "Kami melakukan yang terbaik untuk pembebasan awal warga kami," tambah pernyataan itu.
Pada hari Senin, pemimpin pemberontak itu, Mohammed Ali al-Houthi, mengatakan bahwa "penjaga pantai Yaman melakukan tugasnya" dan sedang berusaha untuk menentukan apakah kapal yang disita "milik para agresor atau Korea Selatan."
"Jika itu milik Korea Selatan, mereka akan dibebaskan setelah prosedur hukum, .... kami menjamin semua orang tidak perlu khawatir tentang kru", katanya.
Pada saat yang sama, Perdana Menteri Yaman, Maeen Abdulmalik Saeed, kembali ke kota pelabuhan utama di Yaman selatan, Aden, sebagai bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan dengan Dewan Transisi Selatan (STC) yang ditengahi Arab Saudi yang dimaksudkan untuk mengakhiri pertumpahan darah.
"Hari ini kami menyatukan upaya kami untuk mengalahkan proyek Iran di Yaman dan memulihkan negara," kata pemerintah Yaman dalam sebuah pernyataan.
Konflik di negara termiskin di dunia Arab itu dimulai pada tahun 2014, ketika Houthi mengambil alih ibu kota, Sanaa, dan merebut sebagian besar wilayah Yaman utara.
Lebih dari 100.000 orang telah tewas dalam perang dan jutaan orang terlantar, yang mengarah ke krisis kemanusiaan yang meluas seperti kekurangan makanan dan obat-obatan.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...