Pemda DKI Akan Laksanakan Denda Sampah?
SATUHARAPAN.COM - Pemerintah DKI Jakarta berencana menerapkan denda maksimal bagi warga yang membuang sampah sembarangan. Rancangan ini tengah dipersiapkan dan dalam beberapa bulan ke depan akan diterapkan. Sikap Pemda DKI Jakarta ini menandai perhatian yang tegas dan serius atas masalah sampah di Ibu kota.
Sebab, masalah sampah ini terkait dengan kualitas lingkungan dan kesehatan, termasuk penyebab banjir di Jakarta. Salah satu aturan yang akan diterapkan adalah denda yang besar bagi yang membuang sampah sembarangan. Dan editorial kali ini ingin menyoroti beberapa hal yang terkait dengan pelaku, sampah, dan denda.
Ketika berbicara tentang aturan, maka tak bisa menghindar tentang pelaku, apalagi hal ini juga akan terkait dengan subjek yang dikenai denda. Masalah besar yang dihadapi adalah bagaimana mengidentifikasi dan menangkap pelaku pembuang sampah sembarangan. Dari pengamatan secara acak, banyak warga yang membuang sampah sembarangan.
Namun sering tidak diketahui siapa yang melakukan. Sudah jadi pengetahuan umum, warga membuang sampah juga ke selokan dan sungai, dan sampah terbawa arus air, menghilangkan jejak siapa yang membuang. Juga sering warga membuang sampah yang dibawa dari rumah ketika berangkat kerja pagi, dan dibuang di selokan, pinggir jalan, atau ke sungai.
Di beberapa kawasan, bahkan kantong plastik sampah dibawa, lalu diletakkan di pinggir jalan begitu saja. Hal ini terjadi pagi, ketika tak banyak yang melihat. Menangkap pelaku pembuang sampah seperti ini memang tidak mudah. Hal ini menyangkut perilaku yang harus diubah dengan memperbaiki karakter dan budaya, termasuk budaya kucing-kucingan.
Kedua, tentang sampah. Aturan yang diterapkan oleh Pemda harus jelas menganai apa itu sampah. Hal ini tentu bukan saja menyangkut barang-barang yang tidak digunakan lagi dan merupa material padat. Masalah sampah, kita menyaksikan tentang pedagang makanan yang membuang sisa cucian ke selokan atau sungai.
Apakah hal ini termasuk yang akan dikenai denda? Jika itu adalah sampah yang mencemari lingkungan, maka tindakan ini termasuk yang dikenai denda. Selain itu, ada usaha laundry yang membuang air ke sungai atau selokan, bengkel yang membuang oli ke selokan atau sungai. Bahkan ada jasa penyedotan WC yang membuang secara diam-diam limbah WC ke selokan atau sungai.
Semua itu sekadar contoh dari sampah yang bukan hanya tentang plastik, sisa bungkus atau benda lain yang habis digunakan. Kategori sampah harus lebih jelas dan sebaiknya tidak terbatas pada material padat. Yang ketiga, adalah tentang denda. Masalahnya bukan tentang berapa denda yang akan dijatuhkan.
Pemda bisa saja menetapkan denda tinggi untuk menimbulkan efek jera. Tetapi siapa yang akan mendenda. Apakah Pemda akan membentuk polisi sampah atau warga masyarakat dilibatkan untuk menangkap si pembuang sampah sembarangan? Hal ini menimbulkan masalah baru yang harus diatur.
Bagaimana mengatasi pendenda yang kemudian kompromi dengan pelaku untuk menegosiasikan denda. Hal ini sudah jadi pengetahuan umum, polisi lalu lintas menjalankan denda damai pada pelaku pelanggaran lalu lintas. Hal ini potensi terjadi pada "denda sampah." Dalam konteks ini, denda harus dipastikan dilaksanakan secara adil, dan denda masuk dalam kas Pemda.
Jika pelaksanaan ini tidak terwujud dengan baik, maka masalah denda sampah bisa menjadi modus pemerasan, dan masalah sampah serta penciptaan kebersihan bisa gagal terwujud. Keinginan Pemprov DKI Jakarta menjadikan ibu kota sebagai kawasan bersih, memang harus didukung. Oleh karena itu, ketegasan atas pelanggaran pembuangan sampah harus didukung dan dilaksanakan secara fair, tegas, jelas, dan adil. Semoga Jakarta menuju menjadi kota bersih.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...