Pemenang dan Masalah Pilkada Serentak di Berbagai Daerah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemilihan kepala daerah (pilkada) di 171 daerah di Indonesia berlangsung Rabu (27/06). Hasil hitung cepat pun sudah dikeluarkan sejumlah lembaga survei.
Hasil hitung cepat, juga memberikan gambaran siapa calon pemimpin daerah yang menang di sejumlah wilayah dengan penduduk besar.
Dalam pemilihan gubernur-wakil gubernur, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah menang di Sumatera Utara, mengalahkan pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus.
Di Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Taj Yasin dinyatakan unggul.
I Wayan Koster-Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dilaporkan menang di Bali, sementara Nurdin Abdullah-Andi Sudirman Sulaiman, unggul di Sulawesi Selatan.
Di Jawa Barat, pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum menang berdasarkan hasil hitung cepat, dan pasangan Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak berjaya di Jawa Timur.
Dengan keluarnya hasil hitung cepat itu, Menkopolhukam Wiranto meminta kandidat yang menang maupun kalah untuk tidak 'emosional'.
"Yang kalah harus introspeksi bahwa masih ada waktu-waktu lain untuk berlaga kembali," katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (27/6) siang.
Gangguan di Papua
Ia menyebut pilkada serentak tersebut berlangsung tertib.
"Dari laporan Kapolda, Pangdam, dan Danrem, syukur Alhamdulillah seluruh wilayah pemilihan dilaporkan secara umum aman, damai, tertib, lancar dan terkendali. Ada laporan menyejukkan bahwa di seluruh wilayah tidak ada gangguan keamanan, tidak ada aksi teror di TPS-TPS," kata Wiranto.
Menkopolhukam Wiranto meminta kandidat yang menang dan kalah untuk tidak emosional.
Meskipun begitu, Wiranto mengakui ada sejumlah kendala di Papua, pilkada di Kabupaten Paniai dan Kabupaten Nduga ditunda.
"Di Kabupaten Paniai, ada perbedaan pendapat antara KPUD Kabupaten dan KPUD provinsi. KPUD provinsi menghendaki dua calon, sedang KPUD kabupaten dan masyarakat setempat menghendaki satu calon tunggal. Sementara di Nduga, terjadi kendala logistik pemilu yaitu surat suara yang tidak cukup," kata Wiranto.
Khofifah Menang karena Emil Dardak?
Sebagian pihak, memandang kemenangan mantan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak pada pemilihan gubernur Jawa Timur, karena kuatnya dukungan terhadap Emil di kabupaten asalnya, Trenggalek.
"Dari posisi calon wakil gubernurnya, tampaknya calon wakilnya Bu Khofifah ini, Emil Dardak sebagai Bupati Trenggalek itu cukup kuat dalam mempengaruhi pilihan dari warga Jatim, tentu saja dia akan menang di kabupatennya sendiri," kata Sri Budi Eko Wardani, dosen politik dari Universitas Indonesia.
"Dibandingkan dengan cawagubnya Gus Ipul, yaitu Puti Soekarno, walaupun dia membawa nama besar Soekarno, tetapi secara figur sendiri Puti baru terjun di Jawa Timur itu setelah pengumuman pasangan calon," kata Sri Budi Eko Wardani.
Dalam hasil hitung cepat berbagai lembaga survei, Khofifah-Emil memperoleh antara 52 persen hingga 55 persen, sementara Saifulllah Yusuf yang berpasangan dengan Puti Guntur Soekarno, memperoleh antara 44,5 persen hingga 47,6 persen.
Faktor lain yang dipandang berperan dalam kemenangan Khofifah-Emil adalah mereka memang figur yang lebih menguasai masalah dibandingkan pasangan mantan wakil gubernur dan cucu Presiden Soekarno ini.
"Kalau saya perhatikan dari debat-debat selama ini di acara debat-debat calon gubernur Jawa Timur memang Khofifah ini dan Emil terutama itu terlihat jauh menguasai persoalan di Jawa Timur ketimbang Gus Ipul sendiri.
"Duo Khofifah dan Emil ini menguasai data sekaligus solusi-solusi atas persoalan yang terjadi di Jawa Timur," kata Muhamad Asfar, pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya.
Khofifah-Emil didukung oleh partai menengah kecil di Jawa Timur seperti Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, dan Hanura, sementara Gus Ipul didukung oleh dua partai terbesar di provinsi itu, PDIP dan PKB, selain Gerindra dan PKS.
Agama, Suku, Partai Tidak Penting di Jabar
Di Jawa Barat, Ridwan Kamil yang berpasangan dengan Uu Rushanul Ulum memenangkan hitung cepat 32 persen hingga 33,7 persen, sedang pesaing terdekatnya Sudrajat-Ahmad Syaikhu memperoleh suara sekitar 28,5 persen.
Kemenangan Ridwan Kamil yang sebelum menjadi wali kota Bandung adalah seorang arsitek ini, menunjukkan pemilih telah meninggalkannya sejumlah ikatan lama.
"Orang memilih pemimpin itu didasarkan pada kemampuan pemimpin itu di dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada termasuk persoalan-persoalan atau solusi-solusi yang dia tawarkan dalam mengatasi persoalan itu," kata Muhamad Asfar.
"Sehingga orang yang memilih berdasarkan kemampuan pemimpin ini itu rata-rata mereka rasional. Mereka sudah bisa menserabut ikatan-ikatan sosiologis, agama, suku, etnis dan juga kepartaian," Asfar menambahkan.
Latar belakang Ridwan yang bukan politikus diperkirakan justru dapat membantu kariernya sebagai gubernur Jawa Barat.
"Ya, bisa juga ya. Tentunya pengusaha punya hitungan-hitungan ekonomis yang dalam politik diperlukan juga hitungan-hitungan itu. Presiden kita saja kan latar belakangnya juga pengusaha, artinya politik itu bisa dipelajari juga," kata Sri Budi Eko Wardani dari Universitas Indonesia.
Dalam pidato pada hari Rabu (27/6) Ridwan memang mengatakan dia tidak terlalu memandang penting pengelompokan ini.
"Saya tidak akan membeda-bedakan agama, suku dan golongan. Tidak akan peduli apakah dia mencoblos kami atau tidak. Selama dia berstatus warga Jawa Barat, maka saya akan melayaninya," katanya.
Ridwan Kamil yang berpasangan dengan Uu Rushanul Ulum didukung PPP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
Melawan Kotak Kosong
Hal yang menarik terjadi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan yang hanya memiliki satu calon wali kota-wakil wali kota, melawan kotak kosong.
Berdasarkan hasil hitung cepat, satu-satunya pasangan calon tersebut, Munafri Arifuddin-Andi Rahmatika Dewi (Appi-Cicu), kalah dari kotak kosong. Pasangan ini meraih sekitar 46 persen sementara kotak kosong dipilih oleh sekitar 53 persen.
Sejumlah tenaga relawan menyortir kertas suara pilkada Kota Makassar, di kantor KPU Makassar.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan jika pasangan calon tunggal kalah di pilkada, maka pilkada harus diulang pada pilkada serentak berikutnya, 2020 mendatang.
Pejabat sementara akan ditunjuk untuk menjalankan pemerintahan di Makassar, sampai pilkada digelar lagi. (bbc.com)
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...