Pemenang Nobel Perdamaian: Tidak Ada Perdamaian di Ukraina, Sampai Ada Kedilan dan HAM
OSLO, SATUHARAPAN.COM-Tidak akan ada perdamaian abadi di Ukraina sampai ada keadilan dan hak asasi manusia, kata kepala Pusat Kebebasan Sipil Ukraina pada Kamis (8/12) ketika dia tiba di Oslo, Norwegia, untuk menerima Hadiah Nobel Perdamaian bersama sesama pegiat hak asasi manusia dari Belarusia dan Rusia.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, "berpikir dia bisa melakukan apa yang dia inginkan," kata Oleksandra Matviichuk kepada wartawan setibanya di bandara Oslo. “Tidak akan ada perdamaian abadi di wilayah kami sampai kami mencapai keadilan.”
“Hak asasi manusia dan perdamaian terkait erat,” kata Matviichuk. “Sebuah negara yang secara sistematis melanggar hak asasi manusia tidak hanya terhadap warga negaranya sendiri, tetapi juga terhadap seluruh wilayah, seluruh dunia. Rusia adalah contoh yang jelas untuk ini,” katanya menurut kantor berita Norwegia, NTB.
Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini juga diberikan kepada aktivis HAM Belarus yang dipenjara, Ales Bialiatski, kelompok Memorial Rusia dan Pusat Kebebasan Sipil. Komite Nobel Norwegia mengatakan para pemenang “telah melakukan upaya luar biasa untuk mendokumentasikan kejahatan perang, pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan kekuasaan. Bersama-sama mereka menunjukkan pentingnya masyarakat sipil untuk perdamaian dan demokrasi.”
Hadiah itu dipandang sebagai teguran keras terhadap pemerintahan otoriter Putin.
“Kami telah menerima penghargaan ini selama perang yang dimulai pada tahun 2014, dan yang telah meningkat menjadi konflik berdarah dan kejam,” kata Matviichuk, seraya menambahkan bahwa mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian “memerlukan tanggung jawab yang besar.”
Jan Rachinsky, ketua International Memorial Board, yang juga tiba di Oslo hari Kamis untuk menerima hadiah, mengatakan situasi di Ukraina mengingatkannya pada kondisi di Rusia selama Perang Dunia II, dan apa yang kemudian dialami kerabatnya sendiri: kekurangan listrik, pemanas, makanan.
“Pesan terpenting dari kami adalah dunia harus bereaksi lebih keras terhadap pelanggaran HAM,” katanya kepada wartawan di bandara, menurut laporan NTB.
Natallia Pinchuk, istri Ales Bialiatski, akan menerima hadiah atas nama suaminya, kata Komite Nobel Norwegia. Bialiatski, yang mendirikan organisasi non pemerintah Pusat Hak Asasi Manusia Viasna, ditahan menyusul protes pada tahun 2020 menentang terpilihnya kembali Presiden Belarusia, Alexander Lukashenko. Dia tetap di penjara tanpa pengadilan dan menghadapi hukuman 12 tahun penjara jika terbukti bersalah.
"Penyelidikan sudah selesai, sekarang kita harus menunggu persidangan dan melihat hasilnya seperti apa," kata Pinchuk setibanya di Oslo, NTB tulis.
Sementara hadiah perdamaian diserahkan pada hari Sabtu di ibu kota Norwegia, penghargaan Nobel lainnya diberikan dalam upacara di Stockholm pada waktu yang sama, sejalan dengan keinginan pendiri penghargaan Alfred Nobel. Penghargaan tersebut selalu diberikan pada 10 Desember, peringatan kematian Nobel pada tahun 1896.
Setiap hadiah termasuk diploma, medali emas, dan hadiah uang sebesar 10 juta kronor (sekitar US$ 967.000 atau setara Rp 15 miliar) untuk dibagikan kepada para penerima resep. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...