Pemenuhan Hak Saksi dan Korban Jadi Prioritas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), menilai pemerintah dan legislator serius meningkatkan pelayanan perlindungan terhadap saksi dan korban.
"Ini dibuktikan dengan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan Saksi dan Korban melalui UU Nomor 31 Tahun 2014," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai melalui keterangan tertulisnya yang dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis (10/9).
Semendawai berharap, UU Nomor 31/2014 dapat meningkatkan dan memprioritaskan pelayanan terhadap hak saksi dan korban.
Semendawai menganggap pemberlakuan UU tersebut, meningkatkan partisipasi masyarakat untuk mengungkap suatu tindak pidana yang sangat penting.
"Tanpa laporan dari masyarakat, aparat penegak hukum bakal kesulitan mewujudkan proses peradilan pidana ideal," kata Semendawai.
Selama ini menurut Semendawai, LPSK memiliki kewenangan yang terbatas namun kehadiran UU Nomor 31/2014, berdampak terhadap peningkatan pemenuhan hak saksi dan korban, sehingga LPSK dapat memanggil pihak terkait guna memberikan perlindungan dan pengawalan berdasarkan laporan masyarakat.
Semendawai menyebutkan, khusus wilayah Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT), LPSK telah memberikan bantuan perlindungan saksi dan korban.
LPSK mencatat, permohonan perlindungan saksi dan korban dari wilayah NTT selama 2015, mencapai 37 laporan dan 21 laporan yang diberikan perlindungan jenis tindak pidana umum hingga Agustus 2015.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham Provinsi NTT Jauhar Fardin yang dikutip dari laman lpsk.go.id mengatakan, upaya perlindungan saksi dan korban yang dituangkan dalam UU, sangat penting kedudukannya guna mewujudkan hak asasi manusia, sesuai Pasal 8 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), di mana perwujudan HAM itu menjadi tanggung jawab negara. Selain itu, kedudukan saksi dan korban dianggap sama penting dengan pihak-pihak lain dalam suatu perkara pidana sehingga hak-haknya perlu diatur khusus.
Hanya saja, menurut Jauhar, kelembagaan yang ada saat ini dinilai belum memadai untuk mendukung tugas dan fungsi LPSK dalam memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Keterbatasan kewenangan yang menyangkut substansi dari tugas dan fungsi LPSK, diyakini juga berimplikasi pada kualitas pemberian layanan perlindungan saksi, korban, saksi pelaku, pelapor, dan ahli. “Hal lain yang penting yaitu koordinasi antarlembaga dalam pelaksanaan pemberian kompensasi dan restitusi,” kata Jauhar.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...