Pemerintah Belum akan Terapkan Subsidi Tetap BBM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Indonesia membutuhkan sistem pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang baik agar subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak lagi membebani negara, dan dapat memaksimalkan penerimaan.
“Dalam pengelolaan anggaran dari tahun ke tahun saat ini kita harus ada sistem pengelolaan anggaran yang jelas, agar tidak ada satu bentuk subsidi yang membebani APBN,” kata Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat memberi keterangan kepada para pewarta pada Selasa (16/12) di Graha Sawala, Kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian, Jl. Dr.Wahidin, Lapangan Banteng, Jakarta.
Bambang menjelaskan pihaknya (berbagai kementerian yang terkait dengan keuangan dan perekonomian) tengah melaksanakan apa yang diamanatkan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tentang pemanfaatan maksimal alokasi kenaikan harga BBM kepada sektor yang vital.
Bambang menegaskan yang penting dari kebijakan kenaikan harga tersebut yakni menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp.2.000. Akan tetapi beberapa waktu lalu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji kebijakan subsidi tetap (fix subsidy) untuk BBM sehubungan dengan turunnya harga minyak dunia.
“Tetapi yang akan kita fokuskan bukan kepada fixed subsidy tetapi kita harus punya sistem dalam anggaran agar tidak ada belanja yang menyandera seluruh APBN,” Bambang memberi contoh.
Kementerian yang terkait dengan kenaikan dan penurunan harga BBM Bersubsidi tidak ditarget Presiden Joko Widodo harus menyelesaikan perhitungan tersebut, akan tetapi berbagai kementerian yang terkait dengan keuangan dan perekonomian melihat bahwa subsidi tetap tidak akan menjadi perhitungan utama melainkan pengelolaan anggaran yang baik pada APBN di masa mendatang.
“Sekarang kita harus hitung dulu dengan pergerakan harga minyak tetapi kita tidak ingin nanti fix subsidy tidak produktif dikaitkan dengan harga minyak yang sedang turun, jadi kita akan kaji terus,” Bambang menambahkan.
“Kita harus punya sistem dalam anggaran agar tidak ada belanja yang menyandera seluruh APBN,” kata Bambang.
Bambang mengakhiri penjelasannya dengan mengatakan bahwa peningkatan pendapatan negara sejak dahulu tidak dapat maksimal karena subsidi harga yang begitu terbuka.
“Oleh karena itu sekarang pemerintah berupaya agar tidak ada satupun belanja dari negara yang bisa menyandera keseluruhan anggaran. Jadi intinya kita ingin menyeimbangkan kepada subsidi tetap tadi dengan memperhatikan kepentingan masyarakat,” Bambang menjelaskan.
Pajak
Bambang menjelaskan tentang penerimaan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang juga tidak maksimal dari tahun ke tahun.
“Saya coba jawab yang terkait tentang penerimaan pajak 2014 saya yakin rekan rekan media sudah tahu, salah satu PPh Non Migas tidak mencapai target pada 2014 ini karena penurunan harga komoditi dan turunnya stabilitas perusahaan namun saat ini kita melakukan perhitungan terakhir perkiraan defisit APBN 2014 lalu akan mencapai 2,4 persen dan kalau bisa lebih rendah dari itu,” kata Menteri Keuangan.
“Saat ini saya sedang meminta kepada ditjen pajak tentang penyiapan simulasi dengan fokus pada peningkatan compliance dan law enforcement,” Bambang melanjutkan.
Saat ini Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa untuk mengkatrol penerimaan negara sebesar triliun rupiah, seperti tertuang dalam APBN 2015 yang dibacakan pada Agustus 2014 lalu.
Presiden menginstruksikan beberapa hal penting salah satunya yakni mengkatrol penerimaan negara dari sektor pajak, untuk itu kementerian keuangan bersama dengan seluruh jajaran melaksanakan seleksi terbuka untuk posisi direktur jenderal pajak.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, untuk rencana pembiayaan 2015, sementara ini masih menggunakan target APBN 2015.
"Dengan penyesuaian harga BBM, terdapat potensi penurunan target defisit APBN-P 2015 yang selanjutnya berpengaruh pada penurunan target pembiayaan dari surat berharga negara (SBN)," ungkap Bambang beberapa waktu lalu.
Dari catatan DJPU (Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang), defisit dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar Rp 245,9 triliun atau 2,2 persen dari Gross Domestik Produk (GDP). Kebutuhan pembiayaan tahun depan sebesar Rp 254,9 triliun atau 2,3 persen terhadap GDP. Kebutuhan tersebut rencananya ditutupi dari penerbitan surat utang pemerintah Rp 277 triliun dan pinjaman Rp 22,2 triliun. Sementara kenaikan harga BBM akan menyumbang penghematan sekira Rp 110 triliun-Rp 140 triliun dalam APBN 2015.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan (DJPU Kemenkeu) memperkirakan kebutuhan pembiayaan negara untuk menambal defisit anggaran 2015 akan turun. Lantaran ada penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Editor : Eben Ezer Siadari
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...