Pemerintah dan DPR Sepakat Hapus Uji Publik Pilkada
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menghapus tahapan uji publik dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Alasannya, partai politik (parpol) masih dipercaya untuk menjalankan fungsi penjaringan bakal calon kepala daerah.
"Tetap diperlukan kehati-hatian parpol dan gabungan parpol untuk meneliti bakal calonnya. Karena pada akhirnya yang memutuskan apakah dia punya kompetensi atau integritas, adalah pemilih," ucap Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi UU Pilkada dan UU Pemerintah Daerah, Rambe Kamarulzaman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (13/2).
Menurut dia, penghapusan tahapan uji publik tersebut akan memangkas waktu pelaksanaan hingga tujuh bulan dari waktu proses pelaksanaan yang pernah digagas Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono, yakni total waktu pelaksanaan semua tahapan sampai pelantikan butuh 17 bulan. “Di luar tujuh bulan itu akan ada sosialisasi PKPU, pendaftaran, dan penjaringan oleh parpol sekitar dua bulan. Jadi total 9,5 bulan," ujar Rambe.
Meski begitu, hal itu tidak lantas menjamin pelaksanaan pilkada serentak berlangsung pada 2015. Politisi Partai Golkar itu mengatakan ada UU Daerah Otonomi Baru (DOB) yang tidak bisa dilanggar. "DOB paling cepat menggelar pilkada setelah terbentuk minimal dua tahun. Tidak boleh mundur ke bawah, tapi ke atas. Jangan paksakan ke 2015," kata dia.
Menurut Rambe, hingga saat ini, waktu pelaksanaan Pilkada belum termasuk poin yang disepakati.
Enam Poin Sepakat
Sementara itu, Anggota Panja Revisi UU Pilkada dan UU Pemerintah Daerah Arwani Thomafi, mengatakan tiga fraksi yakni PDI Perjuangan, Demokrat, dan PPP, masih menginginkan agar pilkada serentak bisa digelar 2015. Padahal, hingga Jumat (13/2), Pemerintah dan DPR baru menyepakati enam dari 13 poin revisi UU Pilkada dan UU Pemerintah Daerah.
Keenam poin itu yakni penguatan Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara pilkada serentak, calon kepala daerah minimal lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, dan syarat usia minimal untuk calon wali kota/bupati 25 tahun sedangkan untuk calon gubernur 30 tahun.
Poin lainnya, syarat dukungan minimal pencalonan yang berasal dari parpol yakni 20 persen kursi atau 25 persen suara. Syarat dukungan calon perseorangan dinaikkan 3,5 persen menjadi 6,5 persen - 10 persen. Kenaikan itu disesuaikan dengan daerahnya. Lalu terakhir, penghapusan uji publik.
Sedangkan tujuh poin lain yang belum disepakati yakni mengenai anggaran, paket non-paket pemimpin daerah, ambang batas kemenangan, penjabat daerah atau pelaksana tugas kepala daerah, penentuan jumlah pasangan, dan penyelesaian sengketa pilkada.
Pembahasan revisi berlangsung hingga Sabtu (14/2) di Hotel Aryaduta, Cikini, Jakarta Pusat. Pada Senin (16/2/2015) rencananya sudah memasuki tahap penyampaian pandangan mini fraksi DPR dan Pemerintah. Kemudian, RUU akan dimasukkan dalam Rapat Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU, pada Selasa (17/2), atau sehari sebelum wakil rakyat kembali memasuki masa reses.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...