Pemerintah dan Pemberontak Sudan Selatan Sepakati Gencatan Senjata
ADDIS ABABA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Sudan Selatan dan pemberontak telah menandatangani kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan menghentikan pertempuran yang telah berlangsung enam pekan dan membunuh ribuan tentara dan warga sipil di negara terbaru di dunia itu.
Kesepakatan perdamaian ditandatangani di ibukota Ethiopia, Addis Ababa pada hari Kamis (23/1) oleh wakil dari Presiden Salva Kiir danpemimpin pemberontak, Riek Machar yang juga mantan wakil presiden Sudan Selatan. Kesepakatan gencatan senjata itu sebagai kemajuan nyata pertama sejak konflik politik berubah menjadi kekerasan pada 15 Desember tahun lalu.
Para mediator dari blok regional Afrika Timur (IGAD) menengahi pembicaraan damai tersebut, dan mengatakan bahwa kesepakatan itu akan diverifikasi dan dipantau untuk memastikan mekanisme gencatan senjata dan memungkinkan akses tidak terbatas terhadap petugas bantuan.
Laporan-laporan mengatakan bahwa pemerintah Kiir juga sepakat untuk membebaskan 11 pejabat yang dekat dengan Machar yang ditahan dalam pertempuran, meskipun tidak ada batas waktu untuk pembebasan mereka. Masalah status tahanan telah menjadi titik utama dalam pembicaraan damai itu.
"Dua perjanjian ini dasar untuk mencapai perdamaian total di negara saya," kata Taban Deng Gai, kepala delegasi Machar.
Deng Gai , seorang jenderal dalam tentara Sudan Selatan sebelum dia membelot ke pihak pemberontak. Dia berharap kesepakatan itu akan membuka jalan bagi dialog politik nasional yang serius yang bertujuan mencapai perdamaian abadi di Sudan Selatan.
Diperkirakan setengah juta warga telah meninggalkan rumah mereka karena pertempuran antara pemerintah Kiir dari suku Dinka yang memimpin militer melawan pejuang dari etnis Nuer yang men dukung Machar.
Masih Ada Skeptis
PBB memperingatkan kekejaman yang dilakukan oleh kedua belah pihak di medan perang. Dan pertempuran itu telah membahayakan industri minyak Sudan Selatan, setelah tenaga teknis melarikan diri, dan pemberontak menguasainya beberapa waktu .
Nhial Deng Nhial, perunding pemerintah Kiir, mengatakan bahwa pembicaraan Addis Ababa berlangsung selama tiga pekan dan "tidak mudah.”
"Kami berharap untuk membuat kesepakatan yang akan mengakhiri pertumpahan darah," kata dia. Namun ada nada skeptis atas kemampuan para pemberontak yang terdiri dari unit tentara pemberontak, milisi etnis dan warga sipil biasa, untuk menghentikan operasi mereka.
"Apa yang mengkhawatirkan kami adalah apakah kesepakatan penghentian permusuhan akan melekat pada kapasitas kelompok pemberontak ... untuk menghentikan pertempuran. Kami ingin mengambil kesempatan ini untuk mendesak kelompok pemberontak untuk mengindahkan akal dan meninggalkan meraih kekuasaan politik melalui kekerasan,” kata dia.
Secara terpisah, Kolonel Philip Aguer, juru bicara militer Sudan Selatan memperingatkan bahwa kelompok etnis Nuer yang mendukung Machar dikenal sebagai Tentara Putih mungkin tidak menginginkan perdamaian. "Riek Machar telah menggunakan kekuatan tersebut untuk melawan SPLA, jadi kita harus melihat apa yang akan terjadi," kata Aguer yang menggunakan akronim untuk militer Sudan Selatan.
"Perang tidak baik bagi siapa pun, terutama perang untuk kekuasaan dari posisi politik. Warga sipil tak berdosa yang mati, sehingga sangat baik bagi rakyat Sudan Selatan untuk perdamaian,” kata dia menegaskan.
Masih Ada Pertempuran
PBB mengatakan pada hari Kamis bahwa sebanyak 76.000 warga sipil berlindung di delapan pangkalan di Sudan Selatan. Misi PBB menerima laporan bahwa pertempuran berlanjut di beberapa lokasi di negara tersebut.
Namun demikian Amerika Serikat dan Uni Eropa menyambut baik kesepakatan gencatan senjata itu. Jay Carney, juru bicara Gedung Putih menggambarkan sebagai "langkah penting pertama dalam mengakhiri kekerasan" dan membangun perdamaian yang berkelanjutan.
AS mengharapkan kedua pihak untuk melaksanakan perjanjian tersebut sepenuhnya dan dengan cepat dan bergerak menuju dialog inklusif, kata dia. "Amerika Serikat akan tetap menjadi mitra untuk mereka yang memilih jalur damai, dan bekerja ke arah yang lebih demokratis dan persatuan Sudan Selatan,” kata Carney .
AS juga membantu menjadi perantara pembicaraan dan menyaksikan Sudan Selatan mengakhiri perang saudara dengan Sudan pada tahun 2005 dan kemudian meraih kemerdekaan pada tahun 2011.
"Pembunuhan itu harus diakhiri sekarang," kata Catherine Ashton, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa menyambut gencatan senjata di Sudan Selatan.
"Saya menyambut kesepakatan tentang penghentian permusuhan di Sudan Selatan. Perjanjian ini kini harus berpaling ke realitas dan para pihak harus segera beralih melaksanakan dengan itikad baik.
"Ini berarti bahwa pembunuhan itu harus berakhir sekarang. Perempuan harus aman lagi. Anak-anak harus dilindungi. Pengungsi harus bisa kembali ke rumah. Bantuan kemanusiaan harus mencapai semua yang membutuhkan tanpa hambatan atau pelecehan,” kata dia. (AFP/bbc.co.uk /ajlazeera.com)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...