Pemerintah Diminta Secepatnya Umumkan Penurunan Harga BBM
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan rencana pemerintah untuk mengumumkan kebijakan penerapan subsidi tetap bahan bakar minyak (BBM) sebaiknya dilakukan sesegera mungkin.
Menurut dia, penerapan subsidi tetap itu dipastikan akan menyebabkan harga BBM Bersubsidi turun mengingat harga minyak dunia saat ini juga mengalami penurunan. Seberapa besar penurunan harga BBM di dalam negeri, menurutnya, akan ditentukan oleh besaran subsidi tetap yang ditentukan pemerintah.
"Kalau menurut saya, penerapan subsidi tetap itu sangat baik, karena menjamin kepastian APBN. Kalau mau dijalankan, lebih cepat lebih baik, sebab saat ini juga harga minyak dunia sudah turun dan secara praktis pemerintah mungkin tidak lagi menyubsidi BBM apabila kita menggunakan harga hari ini," kata doktor ekonomi dari Universiteit Twente, Belanda, itu, dalam perbincangan dengan satuharapan.com, pagi ini.
Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, kemarin mengungkapkan, pada Januari ini masyarakat akan mendapatkan harga baru BBM. Ini terkait dengan rencana pemerintah mengubah pola subsidi. Pemerintah akan menerapkan subsidi tetap, sehingga harga BBM di dalam negeri akan berubah sesuai dengan pergerakan harga pasar internasional, namun dikurangi besaran subsidi.
Sebagai misal, apabila harga BBM di pasar internasional Rp 9.500 per liter, dan pemerintah menetapkan besaran subsidi sebesar Rp 2.000 per liter, harga di dalam negeri adalah Rp 7.500 per liter. Sedangkan apabila harga di pasar internasional naik menjadi katakanlah Rp 10.000 per liter, maka harga di dalam negeri juga ikut naik menjadi Rp 8.000 per liter. Demikian pula sebaliknya.
Pri Agung mengakui harga BBM Bersubsidi di dalam negeri saat ini kemungkinan tidak dapat dikatakan masih disubsidi pemerintah, apabila membandingkannya dengan harga minyak di pasar internasional hari ini. Namun, ia memberikan catatan, patokan harga minyak internasional yang dipakai lazimnya adalah harga rata-rata tiga bulan terakhir.
Dosen pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti ini menambahkan, pemerintah harus secara transparan mengemukakan perkembangan harga minyak, termasuk seberapa besar rencana besaran subsidi tetap yang akan diputuskan.
Pri Agung memperkirakan pemerintah akan menetapkan besaran subsidi berkisar di angka Rp 500 hingga Rp 1000 per liter sehingga ia memperkirakan harga BBM Bersubsidi akan berada di kisaran Rp 6.500 hingga Rp 7.000 per liter.
Kendati penerapan subsidi tetap membawa konsekuensi harga BBM Bersubsidi akan bergerak mengikuti harga pasar internasional, Pri Agung menyarankan agar kewenangan menetapkan harga BBM Bersubsidi di dalam negeri berada di tangan pemerintah. Dengan demikian, kata dia, secara periodik pemerintah mengumumkan harga resmi BBM Bersubsidi, tidak seperti harga BBM jenis Pertamax dewasa ini yang penetapannya tidak di tangan pemerintah.
Selanjutnya, Pri Agung juga mengharapkan agar pemerintah menetapkan frekuensi pengumuman harga BBM Bersubsidi, apakah, misalnya, bulanan atau mingguan. "Perkiraan saya, ke depan harga BBM Bersubsidi tidak akan bergerak liar. Paling-paling kenaikan atau penurunan Rp 500 per liter, " ungkap dia.
Bersamaan dengan itu, kata dia, pemerintah juga seharusnya sudah menjalankan proses-proses politik, yaitu membicarakan hal ini dengan DPR. Ia mengatakan tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk meminta persetujuan DPR dalam mengubah pola subsidi menjadi subsidi tetap. Meskipun demikian, pemerintah harus dapat memastikan bahwa langkah yang diambil tidak melanggar konstitusi.
Sementara itu di tempat terpisah, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) Faisal Basri membeberkan acuan perhitungan harga BBM berdasarkan rumusan yang ada pada Pemerintah dan Pertamina.
Menurut dia, berdasarkan rumus yang tergolong lama ini, harga BBM di dalam negeri saat ini sudah tidak disubsidi lagi. Ia mengacu pada penetapan harga BBM oleh pemerintah dan Pertamina yang merujuk pada harga minyak dunia pada 19 Desember 2014 lalu, yakni sebesar U65 dolar AS per barel dan dengan asumsi kurs Rp 12.000 per dolar AS. Dengan asumsi itu, maka harga pokok RON92 sebesar Rp 5.945 per liter.
Sedangkan dengan asumsi kurs yang sama, apabila MOPS naik menjadi 70 dolar AS per barel, maka harga pokok RON92 sebesar Rp 5.879 per liter.
Jika asumsi kurs dinaikkan menjadi Rp 12.500 per dolar AS, maka harga pokok RON92 menjadi Rp 5.703 per liter jika MOPS seharga 65 dolar AS per barel, dan menjadi Rp 6.103 per liter jika MOPS sebesar 70 dollar AS per barel.
Dengan mengacu pada perhitungan ini, maka bila harga eceran (di luar pajak) dikurangi dengan harga pokok, ketika harga MOPS 65 dolar AS per barel dan kurs Rp 12.000 per dollar AS, maka subsidi yang terjadi adalah minus Rp 1.896 per liter. . Sementara bila harga MOPS 70 dolar AS per barel dan kurs Rp 12.000 per dolar AS, subsidi menjadi minus Rp 1.512 per liter.
Pri Agung menolak menanggapi data yang dikemukakan oleh Faisal Basri ini, karena menurut dia, masih banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan dalam penetapan harga, termasuk biaya transportasi dan distribusi.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...