Pemerintah Gunakan Militer Terhadap Freedom Flotilla Jika Nekat Masuk Papua
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Puluhan aktivis Australia dan aktivis Papua Merdeka yang tergabung dalam Freedom Flotilla, yang mendapat suaka serta paspor Australia sedang menuju ke Papua Nugini dan Merauke, Papua, menggunakan kapal layar Freedom Flotilla. Menanggapi pelayaran tersebut, pemerintah mengatakan akan memerintahkan militer jika kapal ativis Freedom Flotilla memasuki perairan Indonesia secara ilegal ke Merauke, papua.
Freedom Flotilla merupakan gabungan orang pribumi Papua barat, dan Aborigin dari Australia Selatan yang mengklaim aktivitas mereka sebagai misi budaya, konvoy lautan dan daratan bagi perdamaian dan keadilan, sebagaimana dilansir dari laman website mereka, freedomflotillawestpapua.org.
Freedom Flotilla bagi Papua merupakan peristiwa yang belum pernah ada sebelumnya, di mana merupakan bentuk perlawanan kreatif terhadap pemerintah Indonesia atas Papua. Diprakarsai Tetua Adat Aborigin Australia dan Papua untuk membangun solidaritas global dan menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dan hak atas tanah terhadap tanah mereka pada kancah internasional.
Berlayar dari Australia ke Merauke
Freedom Flotilla berlayar dari Australia dengan tujuan meningkatkan kesadaran pelanggaran yang dialami kaum pribumi Papua di bawah pemerintahan Indonesia. Mereka telah ditolak izinnya untuk memasuki wilayah Indonesia.
Kementerian Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Deputi VII Kemenko Polhukam Bidang Informasi, Komunikasi dan Aparatur, Agus R. Barnas, dalam wawancara kepada The Guardian di telepon dari Jakarta, mengatakan bahwa “penggunaan senjata mungkin tidak diperlukan, kami tidak akan mengancam mereka dengan senjata, tapi kami ingin meminta mereka menjauhi wilayah Indonesia.”
Ia mengatakan pemerintah telah memerintahkan komandan angkatan laut dan komandan angkatan udara untuk patroli di wilayah dekat di mana perahu mereka berencana untuk mendarat.
“Kami memberikan perhatian khusus, dan mengintensifkan patroli kami. Jika mereka masuk perairan Indonesia, angkatan bersenjata akan mengambil tindakan,” katanya. “Pemerintah ingin mengarahkan mereka jauh dari wilayah Indonesia.”
Barnas mengatakan pemerintah telah menjelaskan kepada duta besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty, selama perayaan hari kemerdekaan pekan lalu, bahwa Indonesia melihat kelompok tersebut sebagai serangan langsung terhadap kedaulatan.
Juru bicara Duta Besar Australia menegaskan bahwa Moriarty telah membahas Freedom Flotilla dengan pemerintah Indonesia, termasuk pada anggota kementerian luar negeri, namun ia tidak membenarkan Australia menjamin kekuatan militernya akan digunakan atau untuk melawan para aktivis.
Pemerintah Australia Lepas tangan
Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr mengatakan, “Mereka sudah mendapat peringatan dari media dan surat secara eksplisit dari kementerian luar negeri yang menyatakan, jika mereka melanggar hukum Indonesia dan Papua Nugini. Jangan harapkan pajak Australia dihabiskan untuk menangani kasus kalian, seperti penanganan warga negara Australia lainnya di Bali,” ujarnya.
Carr dalam konferensi pers di sela pertemuan penanganan pencari suaka di Jakarta juga mengatakan apa yang dilakukan oleh puluhan aktivis itu tidak mendapat simpati dari Pemerintah Australia.
Dia bahkan menyebut Pemerintah Australia dari semua faksi, baik partai Buruh dan oposisi mengakui kedaulatan dan negara kesatuan Indonesia yang meliputi Papua Barat, merujuk pada ‘Lombok Treaty’,” lanjutnya.
Pelayaran Flotilla Berlanjut
Izzy Brown, salah satu peserta Flotilla, mengatakan dia tidak terkejut dengan reaksi Indonesia. “Kami sadar sesuatu seperti itu merupakan risiko dari rencana kami, jadi kami sudah bersiap untuk itu,” katanya. “Kami memiliki rencana kontingensi, kami telah merencanakan berbagai tindakan yang berbeda tergantung pada apa yang muncul.”
Namun Brown mengatakan rencana tersebut terlepas dari upaya untuk mendarat di Papua.
“Papua Barat (dulu Irian Jaya) hidup dalam ketakutan setiap hari terhadap militer Indonesia,” katanya kepada The Guardian. “Kami memulai perjalanan damai untuk membawa kesadaran dan kasih sayang tentang sebuah isu yang sudah terlalu lama diabaikan baik di media Australia maupun internasional.” (theguardian.com/radioaustralia.net.au)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Kamala Harris: Negara Harus Terima Hasil Pemilu, Mendesak Pe...
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Menghadapi penolakan besar-besaran oleh para pemilih Amerika, Kamala ...