Pemerintah Harus Terbuka dalam Memberi Informasi Resmi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Rumadi menilai Pemerintah harus lebih terbuka dalam memberikan informasi resmi kepada publik.
Dengan adanya keterbukaan dan kemudahan akses terhadap informasi resmi, publik diharapkan tidak mudah terprovokasi dan termakan informasi yang menyesatkan.
Hal ini disampaikan Rumadi saat menjadi narasumber dalam focus group discussion (FGD) yang membahas fenomena hoax dan antisipasinya yang digelar oleh Ditjen Bimas Islam di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (18/1). Hadir sebagai narasumber, Masduki Baidlowi (Nahdlatul Ulama), Achmad Zubaidi dan Cholil Nafis (Majelis Ulama Indonesia), dan Usman Yatim (Muhammadiyah).
Rumadi menggarisbawahi pengertian informasi ini dengan data. Dia memberi contoh kalau tidak ingin muncul hoax soal kuota haji, maka jelaskan secara terbuka kebutuhan masyarakat terkait dengan data kuota.
"Keterbukaan jangan hanya dilihat sebagai kewajiban UU, tapi sebagai kebutuhan. Ini salah satu cara menangkal hoax dalam perspektif pemerintah," kata Rumadi.
Menurut Rumadi, kalau informasi resmi bisa cepat dan mudah diakses, maka hal itu akan membantu masyarakat. Orang akan berpegang pada informasi resmi yang dikeluarkan pemerintah. Sebaliknya, ketiadaan informasi resmi akan membuka ruang masyarakat untuk mengisi dengan informasi lainnya. “Berita resmi dari lembaga otoritatif menjadi salah satu cara menjaga imunitas publik terhadap hoax,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa kalau zaman dulu ada kecenderungan mencari berita alternatif, bukan dari sumber resmi, situasi saat ini sudah berubah.
Hal sama disampaikan Masduki Baidlowi. Menurutnya, di tengah lubernya informasi, label resmi menjadi penting. Karenanya, penjelasan resmi dari setiap kementerian harus digalakkan. Kalau tidak, pria yang akrab disapa Cak Duki ini menilai orang akan susah membedakan. "PBNU dan MUI juga sedang menggalakkan hal yang sama," kata dia.
Sementara itu, Cholil Nafis lebih menggarisbawahi masalah kekuatan content (substansi pesan). Menurutnya, saat ini masyarakat lebih cenderung melihat content, meski ada sebagian yang masih abai dengan kualitas content. "Masyarakat bingung dalam tarjih dan takrir. Perlu edukasi masyarakat agar memastikan kebenaran berita," kata dia.
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah memberikan informasi tandingan dengan content yang lebih baik.
Sementara itu, Usman Yatim dari Muhammadiyah menjelaskan bahwa berdirinya media online Muhammadiyah juga untuk ikut andil memberikan informasi yang benar. (kemenag.go.id)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...