Pemerintah Militer Myanmar Blokir Facebook
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Pemerintah militer baru Myanmar memblokir akses ke Facebook, karena perlawanan terhadap kudeta hari Senin melonjak di tengah seruan kepada rakyat Negara itu untuk pembangkangan sipil, memprotes penggulingan pemerintah sipil terpilih dan pemimpinnya Aung San Suu Kyi.
Facebook sangat populer di Myanmar dan pemerintah yang digulingkan biasanya membuat pengumuman publik di situs media social itu.
Pengguna internet mengatakan gangguan dimulai pada hari Rabu (3/2) malam, dan penyedia layanan seluler Telenor Myanmar mengonfirmasi dalam sebuah pernyataan bahwa operator seluler dan penyedia layanan internet di Myanmar telah menerima arahan dari kementerian komunikasi untuk memblokir sementara Facebook.
Telenor Myanmar, yang merupakan bagian dari Norwegian Telenor Group, mengatakan akan mematuhinya, meski khawatir perintah itu melanggar hak asasi manusia.
“Penyedia telekomunikasi di Myanmar telah diperintahkan untuk memblokir sementara Facebook. Kami mendesak pihak berwenang untuk memulihkan konektivitas sehingga orang-orang di Myanmar dapat berkomunikasi dengan keluarga dan teman serta mengakses informasi penting,” kata juru bicara Facebook.
Pembangkangan Sipil
Partai politik yang digulingkan dalam kudeta hari Senin dan aktivis lainnya di Myanmar menyerukan kampanye pembangkangan sipil untuk menentang pengambilalihan kekuasaan tersebut.
Di barisan depan adalah personel medis, yang telah menyatakan bahwa mereka tidak akan bekerja untuk pemerintah militer, dan mereka sangat dihormati atas pekerjaan mereka selama pandemi virus Corona yang membebani sistem kesehatan negara yang tidak memadai dan berbahaya.
Pada malam kedua setelah kudeta, hari Rabu, penduduk di Yangon terlibat dalam "protes dengan kebisingan," dan orang-orang memukuli panci dan wajan serta membunyikan klakson mobil di dalam kegelapan. Protes baru-baru ini telah menghidupkan kembali lagu yang terkait erat dengan pemberontakan tahun 1988 yang gagal melawan kediktatoran militer.
Myanmar berada di bawah kekuasaan militer selama lima dekade setelah kudeta tahun 1962, dan lima tahun ketika Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin adalah periode paling demokratisnya.
Video yang diposting di media sosial memperlihatkan tenaga medis yang menyanyikan lagu "Kabar Bu Makyay" atau "Kami Tidak Akan Puas Sampai Akhir Dunia" yang dinyanyikan dengan melodi pada lagu "Dust in the Wind," tahun 1977 yang dinyanyikan grup rock Amerika Serikat, Kansas.
Gerakan protes tampaknya mendapat dorongan dari perlakuan pemerintah terhadap Suu Kyi yang sangat populer, yang ditahan bersama para pemimpin pemerintah lainnya pada hari Senin. Pihaknya mengatakan pada hari Rabu bahwa dia dituduh memiliki walkie-talkie yang diimpor secara illegal, diyakini digunakan oleh pengawalnya yang ditemukan di rumahnya di ibu kota Naypyitaw.
Tuduhan tersebut akan memungkinkannya untuk ditahan secara hukum hingga setidaknya 15 Februari. Presiden Win Myint yang digulingkan ditahan dengan dakwaan terpisah. Suu Kyi diyakini masih menjalani tahanan rumah di kediamannya, di mana dia ditahan sejak kudeta. Tuduhan terhadap Suu Kyi bisa membawa hukuman padanya hingga tiga tahun penjara. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...