Pemerintah Minta Australia Sepakati Pembatasan Spionase
AUSTRALIA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa meminta Australia menyetujui pembatasan aktivitas spionase namun belum ada kata sepakat mengenai kode etik perjanjian tersebut.
Marty Natalegawa seperti dilaporkan Radio Australia Selasa (22/4) mengatakan, negosiasi yang membahas kelanjutan kerjasama diplomatik dengan Australia mengalami kemajuan, namun belum bisa disahkan.
Permintaan Pemerintah ini setelah adanya penurunan hubungan diplomatik akibat terungkapnya aksi penyadapan intelijen Australia terhadap Presiden SBY dan lingkungan dekatnya, termasuk ibu negara, Ani Yudhoyono, November lalu.
Pemerintah kala itu menarik Duta Besar Australia, dan mengumumkan pengkajian ulang atas seluruh perjanjian dengan Australia, serta menunda kerjasama dalam kasus penyelundupan manusia, latihan militer gabungan dan tukar informasi data intelijen.
Perdana Menteri Tony Abbott menolak untuk menjelaskan kasus penyadapan tersebut. Penyadapan memang dilakukan pada masa pemerintahan sebelum PM Abbott, namun baru terungkap dan dipublikasikan harian “Guardian Australia” serta “ABC News” dua bulan setelah pemerintahan Abbott dilantik.
Pemerintah menyatakan akan kembali memulihkan hubungan diplomatik secara penuh jika Australia telah menandatangani kode etik.
Menlu Marty mengungkapkan, untuk memulihkan kerjasama seperti sedia kala sebenarnya tidak terlalu rumit.
Menurut Marty, dirinya telah bertemu dengan Menlu Australia, Julie Bishop, dalam beberapa kesempatan, dan telah mendiskusikan apa saja yang perlu dimuat dalam kode etik tersebut.
“Seperti yang telah saya katakan sebelumnya, intinya apa yang kami rencanakan adalah penerapan prinsip-prinsip dasar dari hubungan internasional, khususnya perjanjian Lombok. Lalu kita baru menyusun komitmen dalam hal-hal tertentu, dan yang paling penting, komitmen untuk tidak melakukan hal-hal tertentu,” tegas Marty.
Marty menambahkan, bagian akhir perjanjian tersebut akan mencakup komitmen untuk “menahan diri dari pengerahan sumber daya intelijen” yang akan bertentangan dengan atau mengganggu negara lain.
“Dalam banyak kesempatan, pemerintah Australia yang tengah berkuasa banyak menyebut poin ini, dan kami sungguh berharap agar ini disahkan di atas kertas,” kata Menlu Marty tanpa menjelaskan berapa lama waktu yang dibutuhkan agar perjanjian ini bisa disahkan.
November tahun lalu, SBY memegang kendali atas persetujuan final kode etik.
“Saya akan cek draf-nya apakah telah sungguh-sungguh dikerjakan dan menjawab seluruh harapan rakyat Indonesia atau tidak – setelah skandal penyadapan muncul. Seusai protokol dan kode etik disetujui, saya ingin agar perjanjian tersebut ditandatangani oleh kedua kepala negara, saya sebagai Presiden dan Tony Abbot sebagai Perdana Menteri,” kata SBY saat itu. (radioaustralia.net.au)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...