Pemerintah Optimistis Satinah Bebas dari Hukuman Pancung
GUNUNG KIDUL, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Indonesia optimistis dapat membebaskan tenaga kerja Indonesia asal Jawa Tengah, Satinah yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur di Gunung Kidul, Kamis (27/3), mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah mengirimkan surat kepada raja Arab Saudi agar keluarga korban menerima uang yang sudah disediakan pemerintah Indonesia sebesar 4 juta Real untuk membayar diyat.
"Mudah-mudahan keluarga mau menerima tawaran dari Satinah sebesar 4 juta real," kata Gatot saat meluncurkan Sentra Usaha TKI Purna Nglanggeran di komplek kebun buah Nglanggeran Patuk Gunung Kidul, DIY.
Ia mengatakan saat ini keluarga mau menerima uang sebesar 1 juta real atau sekitar Rp 3 miliar untuk menunda hukuman pancung hingga dua tahun mendatang.
Lebih lanjut, Gatot mengatakan utusan presiden yang akan membawa uang tersebut ke Kedutaan Besar Republik Indonesia dan langsung diserahkan baitul mal yang ada di Pengadilan Arab.
"Mudahan-mudahan keluarga tidak merubah `dealnya`, Insya Allah konsisten dan mudah-mudahan negosisasi tidak usah ada 1 juta untuk dua tahun mudah-mudahan hanya 4 juta real bisa membebasskan Satinah. Kami optimistis 90 persen bisa bebas," kata dia.
Menurut dia banyak warga dan pengusaha ingin menyumbangkan bantuannya. Namun demikian, ia meminta masyarakat untuk mengawasi setiap kelompok yang mengatasnamakan Satinah untuk meminta sumbangan.
"Kalau hari ini, besok sudah dikirim ke kedutaan Indonesia," katanya.
Dia mengatakan sampai saat ini TKI yang terancam hukuman mati mencapai 248 orang dan dalam dua tahun yang sudah dibebaskan mencapai 176 orang. "Untuk di Arab saja ada 38 orang yang menanti hukuman," kata dia.
Untuk mencegah TKI mendapat hukuman mati terulang, kata dia, pemerintah berupaya memberikan pendidikan hukum bagi calon TKI yang akan berangkat ke luar negeri.
Selain itu upaya pendampingan TKI di luar negeri dengan disediakannya pengacara di setiap KBRI. Satinah sendiri diduga melakukan pembunuhan dan pencurian sejumlah uang majikannya Nura Al Garibdi, di Al Gaseem, Arab Saudi pada 2007.
Ia mendapat vonis kisas atau pancung pada 13 September 2011. Satinah dapat terbebas dari hukuman pancung asal membayar diyat yang diminta keluarga korban sebesar 7,5 juta real atau Rp 25 miliar.
Keluarga Berterima kasih pada Masyarakat
Keluarga Satinah, dil Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, menyampaikan terima kasih atas kepedulian masyarakat menggalang dana untuk membebaskannya dari hukuman pancung.
"Kami sangat berterima kasih atas kepedulian masyarakat yang bersedia menyumbangkan sedikit penghasilannya untuk membebaskan Satinah," kata Sulastri (39), kakak ipar Satinah kektika ditemui di kediamannya di Ungaran, Kamis.
Istri dari Paeri (46), kakak kandung Satinah itu juga belum mengetahui berapa dana yang sudah terkumpul saat ini dari berbagai penggalangan dana yang dilakukan untuk membantu pemerintah agar bisa membebaskan Satinah.
Warga RT 2/RW 3 Dusun Mrunten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang itu mengaku dari keluarga hanya bisa berdoa agar Satinah yang menjadi "tulang punggung" keluarga itu bisa pulang dengan selamat.
"Kami tahunya baru dari Mbak Anis (Anis Hidayat-Migran Care, red.) kalau penggalangan dana dari TKI dan kalangan artis sudah terkumpul Rp 2,4 miliar. Keluarga sangat berterima kasih atas kepedulian semuanya," katanya.
Menurut dia, pihak keluarga merasa sangat berterima kasih kepada pemerintah RI yang selama ini terus mengupayakan pembebasan Satinah, termasuk menyediakan uang "diyat" (ganti rugi kematian) sebesar Rp 12 miliar.
"Ternyata, kan keluarga korban (Nura Al Gharib) meminta "diat" sebesar Rp 21 miliar. Jadi, kurangnya Rp 9 miliar. Kami berterima kasih atas segala upaya yang telah dilakukan Pemerintah RI untuk membebaskan Satinah," katanya.
Pemerintah, kata dia, juga terus melakukan upaya pendekatan agar Satinah tidak dihukum pancung, termasuk upaya Pemerintah Arab Saudi melalui pendekatan kepada keluarga korban agar menerima "diyat" yang ditawarkan.
Sulastri menceritakan selama berada di penjara Arab Saudi, Satinah mendapatkan perlakuan yang baik dan menghabiskan hari-harinya dengan mengaji, menghafalkan ayat-ayat Alquran, serta belajar berbagai keterampilan.
"Satinah cerita kalau di penjara baik-baik saja. Setiap bulan diberi waktu untuk menelepon keluarga di rumah. Terakhir, hari Minggu (23/3) kemarin menelepon. Yang menerima Nur (Nur Apriana, putri Satinah)," katanya.
Saat menelepon itu, kata dia, Satinah menanyakan kabar anaknya, mengingatkan agar jangan sampai melupakan shalat lima waktu, mendoakan agar bisa segera berkumpul dengan keluarga, serta menanyakan perkembangan kasusnya.
"Nur diingatkan jangan sampai lupa shalat, tidak lupa mendoakan ibunya agar bisa kumpul dengan keluarga lagi, `nurut` sama Pakde dan Makde di rumah. Nur sudah ikut (dititipkan) kami sejak kelas IV SD," katanya. (Ant)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...