Polisi Sulit Netral Jika Masih Dikendalikan Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Netralitas polisi dalam memenuhi harapan rakyat akan tetap sulit diwujudkan bila kinerja kepolisian masih dikendalikan oleh negara, kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.
"Di Indonesia itu kerja polisi masih bersifat state police (polisi negara), belum bergerak ke arah demokrasi. Karena itu mereka sulit untuk berpihak kepada publik," kata Bambang Widodo Umar dalam diskusi bertajuk Pemilu Damai Tanpa Kekerasan dan Penyelesaian Pelanggaran HAM di Aceh, di Jakarta, Kamis (27/4).
Dia menjelaskan, kepolisian di Indonesia masih berperan sebagai state police yang mengutamakan kepentingan penguasa sehingga secara tidak langsung akan cenderung berpihak pada kepentingan politik pemerintah yang sedang berkuasa.
Pada dasarnya, menurut dia, ada dua kekuasaan yang melekat pada kepolisian, yakni kekuasaan di bidang hukum yang digunakan untuk menegakkan ketertiban hukum, dan kekuasaan di bidang pemerintahan dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Namun demikian, dalam negara yang polisinya masih berperan sebagai state police, para elite yang berkuasa akan memberikan intervensi pengaruh yang kuat kepada institusi kepolisian.
Dia menyebut, dari pelaksanaan Pemilu di masa lalu, kewenangan kepolisian pernah disalahgunakan untuk menjadi alat politik partai politik milik pemerintah yang berkuasa.
"Dulu Da`i Bachtiar, kapolri ketika zaman Megawati, salah satu kapoldanya melakukan kampanye untuk pemenangan Megawati," katanya.
Karena itu, menurut dia, proses Pemilu dapat mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran terhadap HAM khususnya terhadap hak-hak sipil dan politik rakyat.
Pelanggaran tersebut justru cenderung dilakukan oleh negara, dalam hal ini aparat, katanya.
Pihaknya mencatat, berbagai pelanggaran tersebut antara lain dalam bentuk pengabaian hak pilih, intimidasi, pemukulan, penangkapan secara sewenang-wenang, pelecehan, diskriminasi, penggelapan suara hingga penganiayaan.
"Kekhawatiran yang muncul ialah jika terjadi penggiringan Polri menjadi agen stabilisasi politik seperti pada masa Orde Baru, di mana Polri bersama TNI diperlakukan sebagai alat kekuasaan politik ketimbang sebagai penegak hukum. Ini ujung-ujungnya hanya menguntungkan elite penguasa," katanya.
Untuk Pemilu 2014, menurut dia, adalah mungkin Polri dapat tergiring untuk hal yang sama karena para politikus seringkali menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politiknya.
Demi proses Pemilu 2014 agar bisa berlangsung baik, Bambang mengimbau agar keamanan tidak ditujukan hanya kepada masyarakat umum dan peserta pemilu saja, tetapi harus dipikirkan cara untuk mengamankan institusi kepolisian agar tidak terlibat politik praktis untuk memenangkan parpol tertentu.
"Hal ini benar-benar diperlukan untuk membangun pelaksanaan Pemilu yang fair di Indonesia. Kita berdoa saja," katanya. (Ant)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...