Pemerintah Revisi Aturan Penggunaan Kawasan Hutan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah memandang perlu mengubah pengaturan mengenai jenis kegiatan, kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan, dan prosedur penggunaan kawasan hutan.
Atas dasar pertimbangan itu, Presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Desember 2015 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2015, tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Dalam PP Nomor 105 Tahun 2015 itu ditegaskan, penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan.
Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud, meliputi kegiatan: religi; pertambangan; instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, dan stasiun bumi pengamatan keantariksaan; jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api; sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya; fasilitas umum; industri selain industri primer hasil hutan; pertahanan dan keamanan; prasarana penunjang keselamatan umum; penampungan korban bencana alam dan lahan usahanya yang bersifat sementara; atau pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan ketahanan energi.
“Penggunaan kawasan hutan, untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan,” bunyi Pasal 6 ayat (1) PP tersebut.
Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan, seperti dilansir situs resmi Sekretariat Kabinet, Senin (18/1), sebagai berikut:
-Pada provinsi yang luas kawasan hutannya sama dengan atau kurang dari 30 persen dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan kompensasi: lahan untuk penggunaan komersial; dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan nonkomersial.
-Pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30 persen dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi, dengan kompensasi: membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai, terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan komersial; dan melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sunga, terutama pada kawasan hutan untuk penggunaan nonkomersial.
-Pada seluruh provinsi untuk kegiatan: pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, dan sarana meteorologi, klimatologi, dan geofisika; kegiatan survei dan eksplorasi; dan penampungan korban bencana alam, dan lahan usahanya yang bersifat sementara, tanpa kompensasi lahan atau tanpa kompensasi membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan dan tanpa melakukan penanaman dalam rangka rehabilitas daerah aliran sungai.
Permohonan penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud, diajukan oleh: menteri atau pejabat setingkat menteri; gubernur; bupati/wali kota; pimpinan badan hukum; atau perseorangan, kelompok orang dan/atau masyarakat.
“Permohonan sebagaimana dimaksud harus memenuhi persyaratan: administrasi; dan teknis,” bunyi Pasal 9 ayat (2) PP No. 105 Tahun 2015 itu.
Reklamasi
PP ini juga menegaskan, pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan wajib: melaksanakan tata batas areal izin pinjam pakai kawasan hutan; membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan; melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah aliran sungai; menyerahkan, melaksanakan tata batas dan mereboisasi lahan kompensasi; menyelenggarakan perlindungan hutan; melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh menteri.
Selain itu, pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dilarang: memindahtangankan izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pihak lain, atau melakukan perubahan nama pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan tanpa persetujuan menteri; menjaminkan atau mengagunkan areal izin pinjam pakai kawasan hutan kepada pihak lain; dan/atau melakukan kegiatan di dalam areal izin pinjam pakai kawasan hutan, sebelum memperoleh penetapan batas areal kerja izin pinjam pakai kawasan hutan, kecuali membuat kegiatan persiapan berupa pembangunan direksi kit dan/atau pengukuran sarana dan prasarana.
Menurut PP ini, jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan sama dengan jangka waktu perizinan sesuai bidangnya, dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Adapun jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan yang tidak memerlukan perizinan sesuai bidangnya, izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan dengan jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil evaluasi.
Sementara, jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertahanan negara, sarana keselamatan lalu lintas laut atau udara, jalan umum, jalur kereta api, waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, bangunan pengairan lainnya, sarana meteorologi, klimatologi, geofisika, serta religi berlaku selama digunakan untuk kepentingan dimaksud.
Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dievaluasi oleh menteri satu kali dalam lima tahun, atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. “Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, menunjukkan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan tidak lagi menggunakan kawasan hutan sesuai dengan izin pinjam pakai kawasan hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan dicabut,” bunyi Pasal 18 ayat (5 ) PP tersebut.
Izin pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud hapus jika: jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan telah berakhir; dicabut oleh menteri; atau diserahkan kembali secara sukarela oleh pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan kepada menteri sebelum jangka waktu berakhir dengan pernyataan tertulis.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada tanggal 28 Desember 2015 itu. (setkab.go.id)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...