Pemerintah Suriah dan Pemberontak Negosiasi Pembebasan 12 Biarawati Maloula
SURIAH, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Suriah sedang melakukan negosiasi dengan pemberontak untuk melepaskan 12 biarawati yang diculik awal bulan ini dari sebuah biara di wilayah utara Damaskus, dua aktivis pemberontak mengatakan pada hari Sabtu (14/12). Para pemberontak menuntut ratusan aktivis oposisi perempuan yang dipenjara dibebaskan dalam pertukaran untuk para biarawati, kata mereka.
Dilaporan bahwa gencatan senjata secara lokal dan kesepakatan jangka pendek lainnya telah menjadi lebih umum dalam perang saudara yang sudah berlangsung tiga tahun, tetapi pembicaraan yang mengarah pada pertukaran tawanan masih belum tampak.
Seorang juru bicara brigade pemberontak al- Habib al- Moustafa mengatakan bahwa para pejabat pemerintah sejauh ini telah menolak permintaan untuk membebaskan tahanan. Juru bicara, yang menggunakan alias Abu Nidal untuk alasan keamanan, kata mediator yang berbicara kepada kedua belah pihak. Ia mengatakan kelompoknya tidak terlibat dalam negosiasi, tetapi hanya menyampaikan informasi dari pejuang lainnya.
Negosiasi juga dikonfirmasi oleh seorang aktivis oposisi Suriah yang meminta anonimitas, karena ia membahas pembicaraan yang dilakukan oleh pihak lain. Dia mengatakan, gerilyawan juga menuntut pembebasan warga Arab Saudi yang ditangkap saat berperang untuk oposisi.
Aktivis mengatakan negosiasi dimulai segera setelah para biarawati diculik dari biara mereka di Mar Takla di desa Maloula sebelah utara Damaskus pada 6 Desember ketika pemberontak menguasai wilayah tersebut. Setidaknya tiga perempuan juga diculik dari panti asuhan biara. Mereka dibawa ke kota yang dikuasai pemberontak di Yabroud, aktivis mengatakan.
Perempuan yang diculik muncul dalam video sehari setelah penangkapan, mereka mengatakan mereka masih hidup dan baik.
Faksi pemberontak yang merilis video tersebut tidak mengidentifikasi siapa dirinya. Tidak ada faksi yang mengumumkan bahwa mereka memiliki kendali atas biarawati tersebut. Aktivis oposisi Suriah dan pejabat Gereja mengatakan, kelompok jaringan al-Qaida - Jabhat al- Nusra, atau Nusra Front, yang menahan biarawati.
Penculikan biarawati memperkuat kekhawatiran di antara warga Suriah Kristen yang minoritas terhadap militan jaringan al-Qaida dan ekstremis lainnya, yang semakin menargetkan mereka.
Seorang pendeta dan dua uskup yang sebelumnya diculik oleh pemberontak juga masih hilang, dan ekstremis yang dituduh merusak gereja-gereja di daerah mereka telah ditangkap.
Kristen dan minoritas lainnya, seperti Druze dan Syiah, cenderung mendukung pemerintah Presiden Bashar Assad, yang berasal dari sekte minoritas Alawite negara itu. Mayoritas Muslim Sunni Suriah membentuk tulang punggung pemberontakan terhadap Assad.
Sementara itu, pertempuran terjadi pada hari Sabtu (14/12) di sebuah kawasan industri dekat Damaskus di mana pemberontak jaringan al-Qaida yang sebelumnya dituduh membunuh Druze dan Alawi pria, wanita dan anak-anak. Pembunuhan dimulai pada hari Rabu, ketika pemberontak, kebanyakan dari Nusra Front, menyerbu distrik industri Adra dan daerah perumahan timur laut Damaskus, kata sebuah stasiun televisi Suriah dan Observatorium Suriah yang berbasis di Inggris untuk Hak Asasi Manusia.
Tapi juru bicara pemberontak Abu Nidal dan juru bicara pemberontak lain, Abu Yazan mengatakan pemberontak hanya membunuh pejuang pro - pemerintah di Adra dan prajurit dari Brigade 122 dekat pangkalan militer.
Mereka mengakui para pejuang yang Alawi dan Druze tetapi mengatakan mereka dibunuh karena mereka berjuang untuk pemerintah, bukan karena sekte mereka. Pemerintah Suriah kini semakin mengandalkan milisi, sering diambil dari kelompok minoritas, untuk mempertahankan wilayah.
Mereka mengatakan pemberontak bertempur di Adra untuk membuka jalan menuju Ghouta, yang telah dikepung selama sepuluh bulan terakhir oleh pasukan Suriah. (alarabiya.net)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...