Pemerintah Tak Tahu Dikritik OECD Soal Tax Amnesty
Darmin mengatakan, pertemuan hari ini antara Pemerintah Indonesia dengan OECD sama sekali tidak membahas terkait program tax amensty.
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, mengaku tidak tahu program pengampunan pajak atau tax amnesty yang kini tengah digencarkan Indonesia mendapat kritik dari OECD, pada bulan Agustus lalu.
Pada hari ini, Senin (24/10) pagi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima delegasi Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD - Organisation for Economic Co-Operation and Development) untuk membahas bentuk kerja sama salah satunya mengenai reformasi perpajakan di Tanah Air.
Darmin mengatakan, pertemuan hari ini antara Pemerintah Indonesia dengan OECD sama sekali tidak membahas terkait program tax amensty. Dia juga tidak mengetahui kritikan organisasi internasional beranggotakan 35 negara yang berkantor pusat di Paris itu.
"Kapan? Apa kata mereka? Tidak dibicarakan tadi (tentang tax amnesty)," kata Darmin kepada satuharapan.com, di kompleks Istana Kepresidenan, hari Senin (24/10) malam.
"Kita sama sekali tidak membahas tax amnesty. Dia (OECD) bertemu Presiden ingin menyampaikan beberapa pemikiran dan usulan, bahwa Indonesia ekonominya, perkembangnya baik. Dan di tengah-tengah ekonomi dunia yang merosot tapi akan bagus sekali kalau pemerintah Indonesia bisa melakukan reform perpajakan," Darmin menambahkan.
Ketika ditanya tanggapan Pemerintah Indonesia terhadap kritikan OECD yang dipublikasikan media internasional, Darmin menegaskan tidak mengetahui kritikan tersebut sebelumnya maupun pada saat pertemuan pada pagi hari.
Dia mengatakan pertemuan tersebut baik-baik saja dan hanya sebatas usulan dan pemikiran OECD saja kepada pemerintah Indonesia mengenai reformasi perpajakan.
"Saya malah tadi (tidak tahu). Soalnya tadi tidak ada pembicaraan ke arah tax amensty segala macam. Ya mereka ada usulan, ada pemikiran, tapi ya baik-baik saja," kata Darmin.
Sebelumnya, OECD menilai, tarif pengampunan pajak yang berkisar dua sampai 10 persen bagi para pengemplang pajak yang mau mendeklarasikan kekayaannya dianggap terlalu murah.
"Perlakuan semacam ini secara substansial lebih menguntungkan ketimbang perlakuan yang diberikan kepada wajib pajak yang patuh sepenuhnya kepada aturan pajak, yang telah mendeklarasikan kekayaan mereka sejak dulu," kata Philip Kerfs, kepala kerjasama internasional di Center for Tax Policy Administration OECD, dalam jawaban via email kepada todayonline.com.
Dewasa ini Indonesia dikenal sebagai negara yang pengumpulan pajaknya paling rendah di Asia Tenggara. Program tax amnesty dengan tarif yang dinilai sangat rendah itu dikhawatirkan akan memperburuk kepatuhan pembayar pajak.
Lebih jauh, Kerfs meragukan program tax amnesty Indonesia ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar dari biaya yang sudah dikeluarkan. Dan di sisi lain, menciptakan risiko terhadap tergerusnya pendapatan penerimaan pajak serta berdampak negatif bagi kepatuhan pajak.
Satu bulan setelah program pengampunan pajak berjalan, Indonesia baru mendapatkan penerimaan pajak sebesar Rp 693 miliar, atau 0,4 persen dari yang ditargetkan.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...