Pemerintah Tidak Serius Dorong Freeport Bangun Smelter di Papua
SATUHARAPAN.COM – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum bisa memastikan akan ada smelter yang digunakan PT. Freeport Indonesia berdiri di Provinsi Papua dalam waktu dekat.
Sikap tidak menentu tersebut bertolak belakang dengan Pemerintah Provinsi Papua. Beberapa waktu lalu Gubernur Papua Lukas Enembe mengemukakan pentingnya pembangunan smelter Freeport dibangun di Papua.
Gubernur Lukas akhir bulan lalu saat bersama para bupati di Papua menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Ia berkeluh kesah kepada kepala negara bahwa dirinya tidak menyetujui pembangunan Smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur akan tetapi di Timika, Provinsi Papua
Gubernur Lukas memberi argumen kuat bahwa wilayah Timika ke depan dipersiapkan menjadi kawasan industri, bukan hanya smelter yang perlu dibangun namun juga akan dipersiapkan untuk pembangunan pabrik semen, pupuk, ketersediaan tenaga listrik, dan lainnya agar harga-harga bahan bangunan dan kebutuhan pokok lainnya di Papua bisa turun.
“Kita mau ada kawasan industri yang terbangun di Papua karena selama ini semua barang produksi didatangkan dari luar Papua, terutama dari Makassar dan Surabaya. Akibatnya, anggaran belanja daerah sebagian besar dipakai untuk membiayai itu. Hampir 70 persen dari APBD Provinsi Papua dananya terserap ke luar,” kata Lukas.
Oleh karena itu, pada saat renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia selanjutnya, Pemprov Papua memperjuangkan agar perusahaan pertambangan asal Amerika Serikat itu membangun smelter di Papua.
Lukas mengisyaratkan bahwa pada 2021 kontrak PT Freeport Indonesia akan berakhir. Ia mengingatkan agar Gubernur Papua di masa mendatang jangan lupa menagih janji PT Freeport Indonesia membangun smelter.
Lukas menuntut proses renegosiasi kontrak karya PT Freeport Indonesia yang diperkirakan dimulai pada tahun 2019 harus juga mengakomodasi kepentingan-kepentingan rakyat dan pemerintah di Tanah Papua.
Mantan Bupati Puncak Jaya ini memberi ultimatum kepada PT Freeport Indonesia yang dia sampaikan kepada Joko Widodo, kala itu, bahwa jika PT Freeport Indonesia masih enggan membangun smelter di Papua,perusahaan yang berpusat di Amerika Serikat (AS) tersebut akan diadili saat renegosiasi kontrak karya pada tahun 2019.
Selain itu, dia pun berupaya mencari donatur lain yang mampu membangun smelter beserta kawasan industri di Timika, Papua, mengingat niat membangun smelter harus sejalan dengan finansial yang memadai.
Sementara itu PT Freeport Indonesia telah memiliki kesepakatan terlebih dahulu dengan PT Petrokimia Gresik, smelter milik PT Freeport Indonesia berdiri di lahan milik PT Petrokimia Gresik.
Smelter Freeport di Gresik rencananya memiliki kapasitas 500 ribu ton tembaga katoda dengan nilai investasi mencapai 2,3 miliar dolar AS. Untuk bisa memaksimalkan kapasitas pengolahan smelter, diperlukan bahan baku mencapai 2 juta ton konsentrat tembaga.
Pada Jumat (13/2) hingga Sabtu (14/2) Menteri ESDM bersama dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono melakukan kunjungan kerja di Timika, Papua dengan Gubernur Papua, Bupati Mimika, Bupati Paniai, Bupati Puncak, dan Bupati Intan Jaya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua, Ketua Majelis Rakyat Papua, Anggota DPR RI Komisi VII, dan Presiden Direktur PTFI (PT. Freeport Indonesia).
PT Freeport Indonesia sebagai perusahaan yang melakukan eksploitasi barang tambang dan mineral memiliki kewajiban mematuhi salah satu pasal dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) yakni melarang perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia mengekspor bahan mineral dalam bentuk mentah.
Pembangunan smelter itu pun harus memedomani Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral dan Batu Bara serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian.
Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, smelter tembaga di Papua dibangun oleh Pemerintah Daerah Mimika bersama investor. Dia menambahkan, Freeport hanya memasok bahan baku konsentrat ke smelter tersebut. Manajemen PT Freeport Indonesia menyatakan rencana pembangunan smelter di Papua tidak ekonomis. Ini telah membuat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengurungkan niatnya memaksa perusahaan tersebut untuk membangun smelter disana.
Sudirman berdalih, dirinya tetap meminta perusahaan Amerika Serikat untuk membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan galian tambang di Indonesia meskipun smelter Papua batal dikerjakan Freeport. Sebab kewajiban untuk membangun smelter di Indonesia sudah tercantum dalam renegosiasi kontrak yang disepakati manajemen perseroan dengan pemerintah.
"Kendati smelter di Papua dibangun Pemerintah Daerah, Freeport harus tetap melaksanakan kewajibannya membangun smelter sendiri. Nantinya pasokan smelter Papua sebagian akan dari Freeport," kata Sudirman di Jakarta, Selasa (17/2).
(bintangpapua.com/Ant/esdm.go.id/cnn indonesia/berbagai sumber).
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...