Pemerintah Usulkan Skema Royalti and Tax untuk Pertamina
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar skema Royalti and Tax masuk ke dalam draf revisi UU Migas. Kontrak kerja sama migas baru ini khusus diperuntukkan bagi PT Pertamina (Perseo) atau BUMN yang 100 persen sahamnya milik negara.
Menurut Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmaja, skema Royalti and Tax tidak menggunakan cost recovery, terutama untuk wilayah kerja yang resikonya rendah dan tidak memerlukan mitra kerja lainnya.
“Jadi kalau ada tempat-tempat yang menurut Pertamina bagus, resikonya rendah, tidak perlu sharing contract karena resikonya tidak tinggi, bisa menggunakan tax and royalty,” katanya di Grand Hyatt Hotel, hari Selasa (11/8).
Skema kontrak kerja sama semacam ini, lanjut Wiratmaja, secara perhitungan akuntansi lebih mudah. Namun untuk daerah atau wilayah kerja yang resikonya tinggi, biasanya tidak mau menggunakan skema ini karena tidak ada penggantian biaya operasi dari Pemerintah.” Kalau yang resikonya tinggi, biasanya Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak mau. Mungkin akan diusulkan PSC,” kata Dirjen Migas.
Apabila usulan skema ini disetujui dalam revisi UU Migas, maka implementasinya baru dapat dilakukan pada penawaran Wilayah Kerja migas mendatang karena penawaran tahun ini masih menggunakan UU No 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Sementara itu, untuk mendukung pengembangan gas metana batubara (CBM), Pemerintah akan menggunakan skema kontrak kerja sama Gross Split. Peraturan Menteri ESDM mengenai Gross Split tengah dalam proses dan diharapkan pada tahun ini sudah dapat diimplementasikan.
Wiratmaja menjelaskan, kontrak kerja sama sistem PSC yang saat ini berlaku, menyulitkan KKKS untuk mengembangkan CBM mengingat karakteristiknya yang khas yaitu pada awal pengeboran yang keluar terlebih dahulu adalah air, baru kemudian gas dan hal tersebut membutuhkan waktu bertahun-tahun.
“Kalau pakai sistem PSC seperti sekarang, berat untuk investornya karena bilanglahnya ngebornya sekarang, produksi full baru 8 atau 10 tahun kemudian. Karena itu kontraknya perlu penyesuaian,” kata Wiratmaja. (migas.esdm.go.id)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...