Pemerintah Wajib Siapkan Asuransi Bagi Atlet
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemerintah dituntut serius memberi perhatian kepada atlet, tidak hanya yang berprestasi di tingkat dunia, namun kepada seluruh cabang olahraga yang baru berkembang di Indonesia, salah satunya dengan jaminan asuransi hingga masa tua.
“Nah, untuk kesehatan mungkin sih kalau di masyarakat ada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, red) yang mengurusi kesehatan, tetapi atlet kan ada skemanya sendiri, katanya memang kemarin saya denger-denger ada uang pensiun untuk atlet dari Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olahraga, red), ya itu baik, tetapi jangan hanya untuk kesehatan, tetapi kan ada asuransi, nah kenapa dari situ nggak dipakai cabang olahraga itu untuk melindungi atlet,” kata Susi kepada para pewarta di sela-sela final Kejuaraan Bulu Tangkis Astec Open 2015, hari Sabtu (12/9), di Gelanggang Olahraga Bulu Tangkis Senayan, Jl. Asia Afrika, Jakarta.
Susi menyebut untuk atlet sebenarnya dapat dimulai dari perusahaan asuransi di Indonesia, yang menurut Susi, jumlahnya sangat banyak.
“Sekarang untuk promosi kan dia (perusahaan asuransi, red) bisa memberi asuransi gratis kepada atlet tetapi dia memakai atlet itu untuk brand ambasasador, kesepakatan itu juga bisa joint partner dengan Menpora atau dengan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia, red) dan KOI (Komite Olimpiade Indonesia, red) jadi kalau ada even pertandingan nama perusahaan asuransi kan otomatis kebawa,” Susi menjelaskan.
“Kalau pemerintah merasa keberatan, ya kembali lagi tinggal ada kemauan atau nggak terhadap dunia olahraga,” kata Susi.
Beberapa hari lalu, pebulu tangkis putri legendaris lainnya Imelda Wiguna mengatakan wacana untuk Rancangan Undang Undang Atlet Nasional harus konkrit dan harus ada implementasi. “Jangan sampai terus menjadi rencana undang undang saja tidak ada realisasi konkrit,” kata Imelda Wiguna, pebulu tangkis senior putri Indonesia kepada satuharapan.com, hari Senin (7/9) di Gelanggang Olahraga Bulu Tangkis Rudy Hartono, Ragunan, Jakarta.
Imelda mengatakan undang-undang tersebut harus dibicarakan dengan berbagai pihak apalagi penyelenggara dan pengurus besar masing-masing cabang olahraga.
Salah satu poin penting dalam Undang-Undang tersebut yakni skema pensiun atau tunjangan hari tua bagi atlet peraih olimpiade, namun belum ada kejelasan tentang pemeliharaan kesehatan bahkan asuransi.
“Perlu ada hal yang mengatur ketentuan resmi atlet yang berhak mendapat tunjangan atau pensiun, kalau nggak semua yang ngaku-ngaku atlet kan bisa saja terima pensiun,” kata dia.
“Saya sih senang-senang saja kalau terima pensiun, tetapi memang harus menyeluruh, dan jangan sampai ada atlet maupun mantan atlet yang terlupakan,” dia menambahkan.
“Namanya kalau rancangan (undang-undang, red) ya boleh-boleh saja, tapi jangan rancangan sampai puluhan tahun terus nggak jadi undang-undang, Kalau saya sebagai orang olahraga senang dengan adanya pensiun (bagi mantan atlet, red), tapi yang jangan dilupakan adalah jaminan kesehatan (bagi mantan atlet, red),” kata Imelda.
Imelda memberi contoh dia termasuk salah satu yang beruntung karena dia pernah menjalani operasi terkait dengan syarafnya pada tahun 2008.
“Saya langsung bersyukur, karena saya operasi yang waktu itu menghabiskan 147 juta (rupiah, red) tetapi sudah ditanggung BI (Bank Indonesia, red),” kata dia.
Imelda mengemukakan kala itu dia harus dioperasi disebabkan salah satu persendiannya bengkok seiring dengan pertambahan usia dan porsi latihan di masa lalu yang menurut dia lumayan berat.
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) belum membahas tentang rencana membuat Rancangan Undang Undang (RUU) Atlet Nasional, karena saat ini masih menjadi wacana.
“Sekarang ini kami belum ada rencana membahas itu (RUU Atlet Nasional), karena yang akan kami bahas sekarang revisi UU SKN (Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, red) tapi saat ini kami pastikan untuk mendapat sambutan dari para stakeholder, dan mudah-mudahan mereka memandang itu penting,” kata Deputi Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Gatot Dewa Broto, kepada para pewarta saat santai bersama para pewarta olahraga di Ruang Media Center, Kemenpora, Jalan Gerbang Pemuda Senayan, Jakarta, hari Selasa (8/9).
Gatot menjelaskan bahwa sejak dahulu Kemenpora selalu memberikan penghargaan kepada para atlet berupa pemberian tunjangan kesejahteraan di setiap peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas).
“Mulai Januari 2016 para peraih medali itu ada sekitar 33 orang akan mendapat penghargaan tiap bulan, jadi perencanaannya begini, kalau yang emas itu kan total Rp 240 juta per tahun, terus kalau yang meraih medali perak itu total Rp 180 juta per tahun, terus yang meraih perunggu itu Rp 120 juta per tahun. Kita akan berikan uang tersebut setiap bulan,” Gatot menambahkan.
Gatot memerinci untuk peraih medali emas akan memperoleh Rp 20 juta per bulan, medali perak Rp 15 juta per bulan, dan perunggu Rp 10 juta per bulan. Kemenpora akan mengawali pemberian tunjangan bagi atlet tersebut tidak dalam waktu dekat, namun pada Januari 2016 mendatang karena saat ini menunggu dana yang turun.
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...