Pemilihan Umum di Thailand Terancam Ditunda
BANGKOK, SATUHARAPAN.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand mengatakan bahwa secara hukum, pemilihan umum yang semula dijadwalkan akan dilaksanakan pada 2 Februari 2014 dapat ditunda.
Namun mereka menambahkan bahwa penundaan tersebut harus memiliki persetujuan dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Perdana Menteri (PM).
Menurut KPU, pemilihan umum harus ditunda karena adanya gangguan politis. Namun, pemerintah bersikukuh melaksanakan pemilihan umum sesuai dengan rencana.
Thailand dinyatakan dalam keadaan darurat sejak pengunjuk rasa meminta PM Yingluck Shinawatra turun dari jabatannya.
Pengunjuk rasa tersebut, yang memulai kampanye sejak November, meminta “dewan rakyat” untuk menjalankan negara hingga sistem politik diubah.
Menurut mereka, pemerintahan Yingluck sudah dipengaruhi oleh kakaknya, Thaksin Shinawatra, mantan pemimpin Thailand yang sedang dalam pengasingan.
Sedikitnya sembilan orang tewas sejak pergolakan demonstrasi tahun lalu.
Baik aktivis “kaus merah” yang propemerintah dan pengunjuk rasa antipemerintah saling menyalahkan untuk insiden kekerasan yang terjadi.
KPU dan Partai Demokrat (partai oposisi), telah meminta pemerintah untuk menunda pemilihan umum, menyatakan kerusuhan yang terjadi saat ini justru mempersulit pelaksanaan pemilihan umum yang bebas dan adil.
Namun pemerintah mengatakan tidak ada dasar hukum yang bisa menunda pemilihan umum karena pada dasarnya dalam konstitusi dinyatakan tentang keharusan melaksanakan pemilihan umum 45-60 hari setelah parlemen dibubarkan.
Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan keputusannya bahwa KPU harus menyerahkan rekomendasinya kepada pemerintah. Rekomendasi tersebut kemudian diserahkan kepada Raja Bhumibol Adulyadej untuk mendapat persetujuan kerajaan, demikian laporan Jonathan Head dari BBC Bangkok pada Jumat (24/1).
Hal itu harus dilakukan sebelum pemungutan suara dilakukan Minggu (26/1) ini, tambahnya lagi.
Keadaan Darurat
Adanya rekomendasi yang diajukan KPU itu tidak serta merta menunjukkan bahwa KPU dapat mempengaruhi pemerintah untuk menyetujui rencana mereka.
“Kami akan meminta bertemu PM dan pemerintahannya hari Senin (27/1) untuk mendiskusikan tanggal baru pemilihan umum,” kata Somchai Srisuthiyakorn, Komisioner KPU, pada kantor berita Reuters.
Namun, kemudian ia menambahkan pemerintah tidak menyetujui penundaan, “Pemilihan umum akan terus berlangsung”.
Partai Pheu Thai milik Yingluck meminta dukungan yang besar, terutama kepada pemilih di pedesaan, yang dipandang akan memenangkan pemilihan.
Pihak oposisi, yang mengundurkan diri dari parlemen pada Desember, mengatakan akan memboikot pemilihan umum tersebut.
Pada Selasa (21/1), pemerintah telah memberlakukan 60-hari keadaan darurat di Bangkok dan tiga provinsi di sekitarnya. Surat keputusan itu memberikan kuasa kepada pemerintah untuk mengendalikan orang banyak dan melakukan sensor pada media, tapi pemberlakuannya belum jelas.
Berbagai aksi protes bermunculan setelah amnesti kontroversial diloloskan. Amnesti itu menurut para kritikus dapat membuat mantan PM Thaksin Shinawatra kembali ke Thailand tanpa merasakan jeruji penjara.
Pengamat khawatir kekerasan lebih jauh dapat terjadi jika pendukung propemerintah memutuskan untuk kembali turun ke jalan.
Sementara itu, Yingluck saat ini tengah berada di bawah penyelidikan badan antikorupsi di Thailand sehubungan dengan skema subsidi beras pemerintah yang kontroversial.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...