Pemilu 2014, Arist Merdeka Sirait: Belum Ada Pemimpin yang Memikirkan Hak Anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menyatakan dengan tegas sampai saat ini belum ada pemimpin, anggota legislatif dan pejabat negara yang peduli terhadap hak anak. Bahkan calon legislatif (caleg) yang mengusung mengusung isu anak-anak dalam kampanye mereka juga tidak ada, seperti pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial untuk anak-anak.
Arist menuturkan anggota legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seharusnya mempunyai program terkait dengan apa yang akan ia perjuangkan. Mereka juga harus harus memiliki platform yaitu apa yang mereka pikirkan tentang korban kekerasan, masa depan bangsa, pendidikan, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, menurut Arist sampai saat ini tidak ada pejabat legislatif yang peduli dengan persoalan anak, tentunya dalam perspektif perlindungan anak.
“Debat-debat kandidat yang ada di televisi sebenarnya hanya perang otot, bukan perang program yang betul-betul dibutuhkan masyarakat. Program perlindungan anak salah satunya yang selama ini, bahkan tidak pernah ada yang mengusung program tersebut. Misalnya bagaimana solusi bagi anak yang mengalami kekerasan, atau undang-undang juga tidak ada,” kata Arist saat ditemui satuharapan.com di Kantor Komnas PA, Jakarta Timur, Jumat (28/2).
“Lihat saja berita nasional tentang Panti Asuhan Samuel, tidak ada ada satupun dari anggota legislatif yang menanggapi, bahkan memberikan pernyataan. Itu pertanda ketidakpedulian mereka, padahal ini bukan hanya urusan masyarakat tetapi urusan parlemen juga,” keluhnya.
Terkait Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 yang jatuh pada bulan April mendatang, merupakan momentum masyarakat memilih anggota legislatif yang kira-kira dapat sanggup menjalankan amanat masyarakat. Tetapi menurut Arist para calon ini tidak layak untuk dipilih, karena mereka tidak punya perspektif terhadap persoalan anak.
Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa yang akan memilih mereka, karena pemilih pemula adalah orang yang umurnya sudah 17 tahun, sedangkan definisi anak di Indonesia adalah orang yang berusia di bawah 18 tahun. Itu berarti anak umur 17 tahun ada yang akan memilih mereka.
“Berdasarkan paparan yang saya lihat di televisi, ketika ada kandidat calon pemimpin yang ditanyakan persoalan anak, tetap saja tidak ada perspektif mereka terhadap isu persoalan anak. Lihat saja acara debat calon legislatif di televisi, paling yang mereka bicarakan tentang pendidikan, sedangkan pendidikan itu universal, terlalu luas dibicarakan,” tegas Arist.
Anggota legislatif yang menjabat saat ini memang dirasakan tidak ada yang peduli terhadap anak-anak. Hal itu bisa kita lihat dunia pendidikan, tidak ada perubahan yang terjadi, misalnya lembaga pendidikan yang melakukan kekerasan terhadap anak, tidak ada undang-undang yang anti kekerasan yang menjamin hak si anak, kejahatan seksual terhadap anak yang menjadi darurat nasional saja, para anggota parlemen ini tidak punya statement apapun tentang itu.
“Karena mereka anggap isu anak adalah urusan rumah tangga. Maka tidak heran jika ada anak nakal, anak terlantar, anak korban kekerasan, itu dianggap urusan domestik (rumah tangga) masing-masing keluarga, itu yang paling berbahaya. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa, maka parlemen seharusnya justru memperjuangkan itu. Tetapi yang seringkali mereka bahas malah korupsi, penyadapan, padahal ada hal-hal lain yang lebih penting,” sesalnya.
Oleh sebab itu Arist tetap berpendapat bahwa sebenarnya masa depan anak-anak tetap tidak akan bisa dibicarakan oleh para anggota DPR atau DPRD. Dalam perspektif persoalan anak-anak menurut Arist, mereka tidak layak dipilih, tetapi dalam perspektif lain mungkin saja mereka berkompeten.
“Anggota legislatif lama saja tidak punya perspektif terhadap persoalan anak, apalagi yang baru mencalonkan diri. Fungsi anggota parlemen ini adalah legislasi, anggaran dan kontrol. Tetapi kontrol atau pengawasan tentang kebijakan perlindungan anak belum ada,” tegas Arist.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...