Pemilu 2014, Kyai Husein Muhammad: Media Kurang Mengontrol Isu Perempuan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kyai Husein Muhammad, salah satu komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mengatakan media masih kurang mengusung dan mengontrol isu-isu perempuan.
Dalam wawancara pada Kamis (27/2) di Grand Cempaka Hotel, Kyai Husein mengatakan, “media yang mengontrol secara vokal isu-isu ini juga kurang, bahkan terkadang cenderung bias. Selalu yang disalahkan adalah perempuan, tidak empati terhadap korban,” kata Kyai Husein pada Kamis (27/2) di Jakarta.
Kyai Husein mengungkapkan penyebab perempuan menjadi warga negara kelas dua bermula dari masalah budaya.
“basisnya memang kebudayaan atau peradaban patriarki yang kemudian menciptakan banyak sekali sistem politik, sistem ekonomi, bahkan pandangan keagamaan dan tradisi adat istiadat yang telah berlangsung selama berabad-abad. Hal ini membuat proses perubahannya sangat sulit dan lambat,” kata Kyai Husein pada satuharapan.com.
Namun ia juga menyebutkan sejumlah perkembangan yang terjadi mengenai posisi perempuan saat ini.
“Hal ini menurut saya belum banyak dipahami oleh banyak pejabat. Mereka lupa bahwa sistem patriarki itu dipaksakan oleh banyak sekali sistem sehingga perempuan selalu ditindas dan menjadi warga negara kelas dua,” kata dia.
Kyai Husein juga mengapresiasi perkembangan yang sudah terjadi sejauh ini, “kuota 30 persen untuk perempuan adalah sebuah langkah awal untuk perkembangan posisi perempuan.”
Legislator Perempuan Cukup Akomodatif
Mengenai pandangannya tentang anggota legislator perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kyai Husein mengapresiasi upaya yang telah dilakukan beberapa anggota legislator perempuan untuk memperjuangkan isu-isu perempuan.
“Hanya ada sedikit anggota dewan yang mengayomi isu-isu perempuan, misalnya Eva Sundari, Ratu Hemas, Rieke Dyah Pitaloka, dan Nurul Arifin,” Kyai Husein menyebutkan. “Perjuangan mereka kelihatan sekali, vokal dalam memengaruhi rekan-rekannya. Meskipun hasilnya belum signifikan.”
Ia juga menjelaskan bahwa tugas anggota legislator bukan lagi untuk membahas isu-isu perempuan yang telah termaktub dalam undang-undang (UU), melainkan menyerahkan UU yang telah ada pada dewan eksekutif. Menurutnya, tugas legislator lebih kepada fungsi kontrol.
“Mereka akan lebih pada upaya mengontrol para anggota eksekutif dalam implementasi UU yang mengusung isu perempuan.”
Namun dia mengungkapkan bahwa saat ini, Komnas Perempuan dengan beberapa anggota legislator tengah memperjuangkan Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan (RUU KKG).
“Kita saat ini sedang berusaha memperjuangkan RUU KKG. Saya kira ada perkembangan yang baik bahwa anggota legislator merespons hal ini meskipun ada tantangan-tantangan dari pihak lain, misalnya kelompok garis keras, sehingga agak lambat prosesnya,” Kyai Husein mengungkapkan.
Kriteria Caleg dalam Pemilu 2014
Sebagai pegiat isu perempuan, Kyai Husein merasa perlu menyelidiki para calon legislator (caleg) yang akan maju pada pemilihan umum (pemilu) 2014 guna menemukan wakil rakyat yang tepat.
“Saya kira yang ideal adalah orang-orang yang memiliki komitmen untuk berjuang bukan untuk dirinya sendiri namun demi perbaikan masyarakat, perbaikan sistem, perbaikan hukum, dan itu harus dilihat berdasarkan track record yang dimiliki para caleg,” ujar Kyai Husein.
“Harus dilihat, komitmen apa yang mereka miliki untuk perempuan, bukan asal punya uang. Karena kekuasaan dan lain sebagainya hanya akan menghancurkan dan menimbulkan kebinasaan manakala menempatkan orang yang tidak tepat. Politik busuk, itulah kira-kira istilah yang digunakan orang sekarang,” pungkasnya.
Namun Kyai Husein merasa kesulitan untuk menyebutkan indikator utama yang menggambarkan caleg berkualitas karena menurutnya kualitas hanya dapat dilihat dari rekam jejak para caleg.
“Saya juga mencari indikatornya apa untuk melihat caleg yang cukup peduli dengan isu perempuan. Agak sulit melihatnya jika hanya berdasarkan track record karena artinya hanya caleg yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik yang bisa dinilai.”
Ia menambahkan, “fluktuasi, naik-turunnya tokoh-tokoh dengan gelar yang mereka miliki sebagai profesor, doktor, atau tokoh agama tidak dapat menjadi indikator bahwa mereka dapat menjadi orang yang bisa dipercaya. Jadi, indikator jabatan atau gelar tidak menjamin.”
Kyai Husein menutup wawancara dengan mengungkapkan harapannya.
“Saya benar-benar berharap pemilu yang akan datang menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas individu dan memiliki komitmen untuk menghentikan segala bentuk inkonsistensi terhadap konstitusi dan dasar negara.”
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...