Pemilu 2014, Penghayat Budi Daya: Caleg Harus Berwawasan Kebangsaan dan Kemanusiaan
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM – Pengurus presidium Badan Kerjasama Organisasi-organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK), Engkus Ruswana, mengatakan calon anggota legislator 2014 yang terpilih nanti harus memiliki wawasan kebangsaan dan rasa kemanusiaan yang tinggi.
Pria berusia 59 tahun ini mengatakan pada satuharapan.com dalam wawancara melalui surat elektronik pada Jumat (21/2) bahwasanya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) hanya paham sedikit isu terkait masyarakat adat, dan sama sekali tidak memahami isu terkait penghayat kepercayaan.
Engkus menyayangkan, “mereka menganggap masyarakat adat sebagai golongan masyarakat yang masih terbelakang dan penghayat kepercayaan sebagai golongan masyarakat yang belum ber-Tuhan secara benar, bahkan dianggap sesat atau mempunyai keyakinan yang menyimpang.”
DPR/DPRD Belum Memahami Isu
Engkus yang merupakan penghayat kepercayaan Budi Daya, sejak muda telah aktif dalam berbagai kepengurusan dan advokasi perjuangan hak-hak sipil penghayat.
Ia menyebutkan sejumlah hal yang menurutnya menjadi indikator ketidakpahaman DPR/DPRD mengenai isu masyarakat adat dan penghayat kepercayaan.
“Bukti bahwa mereka tidak paham misalnya terlihat dari banyaknya undang-undang (UU) atau peraturan daerah (perda) yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat atau penghayat kepercayaan, bahkan justru merugikan,” Engkus menjelaskan.
Ia menambahkan, “ketika Direktorat Pembina Kepercayaan terhadap Tuhan YME, Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajukan kegiatan Kongres Kepercayaan terhadap Tuhan YME yang dituangkan dalam Rencana Kerja Direktorat dalam APBN tahun 2012, Komisi X DPR yang menangani bidang kebudayaan tidak menyetujui dan mengatakan agar aliran Kepercayaan dikembalikan ke induk agamanya.”
“Dan akhirnya kegiatan yang disetujui adalah Kongres Adat, bukan Kongres Kepercayaan terhadap Tuhan YME. Jadi Kepercayaan terhadap Tuhan YME hanya dianggap sebagai sempalan agama,” sesalnya.
Selain itu, Engkus juga menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengindahkan perjuangan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan bersama lembaga swadaya masyarakat dan pegiat hak asasi manusia (HAM) untuk pemberdayaan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan. Padahal menurutnya, perjuangan itu memerlukan penguatan dari perda yang dibuat pemerintah.
Menurutnya, pemerintah hanya memberikan respons baik ketika menyangkut kepentingan golongan atau agama tertentu. “Namun, kalau menyangkut hak-hak masyarakat adat atau penghayat kepercayaan, hampir tidak pernah diperhatikan. Ini jelas tidak proporsional,” imbuhnya.
Kriteria Calon Legislator
Sebagai Koordinator Bidang Advokasi dan Jaringan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Engkus turut mengikuti perkembangan isu terkait administrasi kependudukan yang juga berpengaruh secara khusus pada hak-hak penghayat kepercayaan.
Menyadari kurangnya peran pemerintah dalam pemenuhan hak masyarakat adat dan penghayat kepercayaan, Engkus merasa perlu memilih caleg dengan kriteria yang sesuai dengan harapan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan.
“Syarat yang harus dimiliki caleg untuk pemilihan umum (pemilu) mendatang itu misalnya harus memiliki komitmen dan rasa kebangsaan, memiliki toleransi keberagamaan dan tidak fanatik, memiliki rasa kemanusiaan yang tercermin dari ucapan dan perilakunya, dan tentu saja memahami isu-isu terkait masyarakat adat dan penghayat kepercayaan,” ujar Engkus.
Engkus menyebut Eva Sundari dan Ganjar Pranowo sebagai wakil rakyat yang memiliki komitmen bagi rakyat sehingga Engkus mengharapkan akan terpilihnya wakil-wakil rakyat seperti Eva dan Ganjar pada pemilu mendatang.
“Cara mengetahui calon yang peduli dengan keberadaan kami (masyarakat adat dan penghayat kepercayaan, Red) adalah dengan menelusuri track record keberpihakan mereka pada permasalahan yang dihadapi kami,” Engkus mengatakan.
Lebih lanjut Engkus menambahkan, “indikatornya, tentu bukan dari partai yang jelas-jelas memperjuangkan kepentingan agama tertentu saja. Mereka juga harus responsif dalam membantu permasalahan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan. Pernyataan dan tindakannya mencerminkan jiwa kebangsaan dan toleransi terhadap keberagaman.”
“Kami juga berusaha menjelaskan dan mengingatkan warga kami agar waspada terhadap calon-calon yang hanya tebar pesona,” imbuhnya.
Dalam penutup wawancara, Engkus memaparkan pengamatannya mengenai peluang kebebasan beragama, khususnya yang terkait pemenuhan hak masyarakat adat dan penghayat kepercayaan pascapemilu 2014 nanti.
“Walau masih meragukan, tetapi peluang kerukunan umat beragama sebenarnya masih ada, karena sesungguhnya sifat dasar bangsa kita adalah toleransi. Tetapi tentu sangat tergantung sikap dan komitmen pemimpin negara dan komitmen aparat keamanan nasional,” ujar Engkus.
Editor : Sotyati
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...