Pemilu 2014, Romy Syalasa Nudi: Musik, Anak Tiri Pelaku Politik
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Salah satu anggota kuartet Nu Dimension (Nudi) jebolan X Factor Indonesia, Romy Syalasa Putra, mengatakan para pelaku politik masih memperlakukan isu musik layaknya anak tiri.
“Isu musik masih menjadi isu tersier dibandingkan isu BBM (bahan bakar minyak, Red) atau isu tentang siapa pejabat yang akan duduk di pemerintahan. Isu semacam itu lebih seksi dibandingkan isu memperjuangkan hak-hak para musisi,” ungkap Romy dalam wawancara dengan satuharapan.com, Senin (17/3).
Pria berusia 27 tahun ini mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan wakil rakyat yang seakan tutup mata pada permasalahan yang dialami para musisi sejak dulu hingga saat ini.
“Yang masih belum terpecahkan adalah masalah pembajakan lagu yang terkait copyright. Ini benar-benar mata rantai yang sulit diputuskan, “ ujar Romy, “sayangnya, pemerintah tutup mata akan masalah itu.”
Menurutnya, tak jarang musisi merasa putus asa menghadapi pembajakan yang marak terjadi di masyarakat, “Ada musisi yang saya tahu seperti Armand Maulana dari grup band Gigi, yang saking putus asanya mengatakan dalam konsernya bahwa pembajakan tidak usah dilawan karena sia-sia. Saya rasa, itu adalah respons atas permasalahan yang sama sekali tidak mendapat perhatian pemerintah.”
Lebih lanjut Romy hendak mengingatkan wakil rakyat juga masyarakat tentang peran penting industri musik. Ia mengatakan musik menjadi media pemberi semangat bagi masyarakat melalui lirik lagunya. Selain itu, musik juga dapat menjadi media perubahan.
“Misalnya seperti Iwan Fals yang dengan aktif mengutarakan kritiknya atas bangsa ini melalui lirik lagunya,” tutur Romy.
Kebijakan Hanyalah Wacana
“Belum ada kebijakan atau regulasi yang dengan detail mengatur permasalahan dalam dunia musik. Yang ada sebatas mengatur pembajakan, dan itu saya rasa jadi wacana saja karena setelah itu kita bisa melihat banyak pedagang kaki lima yang menjual kaset atau CD bajakan,” Romy mengungkapkan pengamatannya sejauh ini.
“Toh dalam pemilu, yang dicari para musisi juga. Tapi kenapa setelah pemilu, hak-hak kami tidak diperjuangkan, tidak diperhatikan? Paling tidak, perangi isu awalnya, yaitu pembajakan. Kenapa musisi di luar negeri, Amerika misalnya, bisa hidup lebih sejahtera? Karena di sana yang namanya pembajakan benar-benar diperangi. Hukumannya sangat keras!” tegas Romy.
Ia menambahkan, “artinya pemerintah sebenarnya memberikan regulasi, namun tidak mengawal dan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.”
Berbicara mengenai anggota legislator periode 2009-2014 dan calon legislator (caleg) mendatang, Romy mengatakan, “memang ada beberapa orang anggota legislator yang cukup vokal berbicara musik, misalnya Tere dan Tantowi Yahya. Tapi mereka belum berjuang secara maksimal. Tantowi Yahya sendiri sekarang lebih aktif di isu lainnya.”
Ia juga menyampaikan kemungkinan lainnya, yaitu rasa lelah dan jenuh yang dialami pihak yang memperjuangkan hak musisi pada akhirnya menyebabkan mereka beralih ke isu lain yang lebih mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Musisi Menjadi Legislator
Meski berlatar belakang musik, Romy tetap ingin objektif dalam menilai musisi yang maju ke pentas politik. Menurutnya, legislator atau caleg yang memperjuangkan isu musik perlu terus diamati secara kritis, “apakah mereka memperjuangkan isu musik karena memang isu itu patut diperjuangkan, atau sekadar balas budi pada dunia musik yang telah mengantarkan mereka ke kursi pemerintahan.”
“Kemudian yang perlu kita lihat lagi adalah bagaimana realita di lapangan, seberapa jauh mereka memperjuangkannya?” ia menambahkan.
Latar belakang musik menurutnya memang menjadi poin lebih bagi legislator untuk memperjuangkan musik karena mereka akan mampu memberi gambaran nyata tentang langkah apa yang harus diambil untuk masa depan musik Indonesia. Selain itu, legislator berlatar belakang musik mengetahui “bagaimana lelahnya musisi menciptakan suatu karya yang indah,” kata Romy.
Ia menambahkan, “namun latar belakang musik bukanlah satu-satunya syarat yang harus dimiliki. Intinya, siapa pun layak naik kalau mereka tahu seberapa penting industri musik.”
Musik sebagai Media Kampanye
Romy turut menyoroti posisi musik dalam euforia pesta politik selama ini. Menurutnya, “musisi sangat berperan penting. Banyak sekali orang yang berusaha meraih suara banyak akhirnya memotong kompas dengan merangkul banyak musisi untuk menjadi juru kampanye.”
Paling tidak ada dua alasan yang menurut Romy membuat musik menjadi media yang efektif dalam kampanye.
“Pertama, musik adalah salah satu alat pengumpul keramaian. Kedua, akan lebih mudah untuk mengirimkan pesan melalui musik daripada sekadar melalui orasi yang akan berlalu begitu saja,” Romy mengatakan, “makanya tidak mengherankan musisi seperti Iwan Fals menjelang pemilu banyak yang minta untuk ikut kampanye karena bisa menarik banyak massa.”
Di antara hiruk pikuk pemilu 2014 yang melibatkan musisi sebagai juru kampanye atau sebagai caleg, Romy mengungkapkan kekhawatirannya.
“Permasalahan utamanya adalah jarang sekali ada musisi yang benar-benar murni memahami partai yang ia dukung beserta dengan visi dan misinya. Tapi justru orang-orang yang paham dengan isu politik tidak mau terjun langsung ke dunia politik,” tutur Romy.
Pria ini mengapresiasi apa yang dilakukan anggota grup band Slank pada pemilu periode sebelumnya.
“Pada pemilu 2009, mereka tidak mau beri tahu siapa atau partai apa yang mereka pilih. Baru setelah mencoblos, mereka beri tahu siapa dan apa yang mereka pilih. Tujuannya sederhana, mereka ingin penggemar memilih berdasarkan nurani mereka, bukan memilih orang atau partai tertentu karena anggota Slank yang mereka gemari memilih orang dan partai itu.”
Harapan di Pemilu 2014
Sebelum menutup wawancara, Romy menyampaikan harapannya atas pemilu mendatang, “pemimpin yang nanti terpilih meyakini bahwa isu musik tidak kalah penting dengan isu BBM, tidak kalah penting dengan isu kesehatan, dan isu lainnya.”
“Alangkah baiknya jika mereka bukan hanya membuat aturan, tapi dapat terus mengawal implementasi regulasi yang dibuat itu, paling tidak dari masalah yang paling mendasar, yaitu pembajakan,” Romy menegaskan.
“Masyarakat kita ini maunya nonton konser gratis. Tidak mau disuruh beli CD. Kalau begini, lalu musisi kita mau makan apa?” ia mengakhiri pembicaraan.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...