Pemilu Tunisia, Transisi Politik di Tengah Ancaman Jihadis
TUNIS, SATUHARAPAN.COM – Tunisia menyelenggarakan pemilihan umum parlemen yang pertama sejak revolusi di negara itu pada 2011. Kalangan internasional memuji sebagai tonggak penting transisi politik yang bersejarah bagi negara di Afrika Utara itu, meskipun diselenggarakan di bawah ancaman kelompok jihadis.
Namun demikian, pemilihan yang diselenggarakan hari Minggu (26/10) itu harus dilakukan dengan penjagaan ketat oleh pasukan keamanan untuk mencegah serangan kelompok esktremis.
Diperklirakan sekitar 60 persen dari sekitar lima juta penduduk Tunisia yang memiliki hak suara mengambil bagian dalam pemilihan untuk membentuk parlemen dengan 217 anggota. Pemilihan parlemen baru ini merupakan mandate dari konstitusi baru yang disusun pada Januari lalu.
Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, memuji pemilihan parlemen Tunisia ini sebagai tonggak penting dalam transisi politik Tunisia sejak revoluwsi 2011.
Namun demikian, sejumlah partai mengklaim memimpin perolehan suara. "Kami memiliki indikasi positif bahwa (partai) Nidaa Tounes bisa memimpin," kata pemimpin partai itu, Beji Caid Essebsi, seperti dikutip AFP.
Sementara itu, Partai Islam Ennahda, berharap akan memenangkan pemilihan, namun sementara menunggu pengumuman hasil resmi, partai berkuasa itu kemungkinan mengalami kemerosotan.
Badan penyelenggara pemilu, ISIE, akan menyampaikan hasil secara bertahap pada hari Senin (27/10) ini, dan diberi waktu hingga 30 Oktober untuk mengumumkan hasil akhir. Setengah jam sebelum pemungutan suara ditutup, jumlah pemilih mencapai 59,99 persen, menurut ISIE.
Tunisia dipuji sebagai sebuah lampu harapan dibandingkan dengan negara-negara lain yang dilanda kekacauan dalam revolusi Musim Semi Arab, seperti Libya dan Mesir. Setelah rezim lama digulingkan sejak tiga tahun lalu.
Ujian Transisi
Transisi politik di Tunisia menghadapi ujian akibat serangan militan dan kerusuhan sosial. Di sisi lain, negara ini menghadapi kemiskinan dan pengangguran yang merupakan isu kunci yang memicu pemberontakan pada 2011, dan masalah ini belum terselesaikan.
Para pejabat menjelaskan bahwa pemilu itu sebagai "bersejarah" dan "momen penting," namun para pemilih justru menyuarakan harapan agar parlemen baru membantu memulihkan stabilitas politik dan ekonomi serta hukum dan ketertiban.
"Sorotan pada kami adalah keberhasilan ini (pemungutan suara) menjadi jaminan masa depan ... ada harapan bagi kaum muda di negeri ini," kata Perdana Menteri Tunisia, Mehdi Jomaa, ketika memberikan suaranya.
Jomaa sebelumnya memperingatkan kemungkinan serangan kelompok jihadis, setelah terjadi bentrokan pada hari Jumat antara polisi dan tersangka militan di dekat Tunis yang membunuh seorang polisi dan enam tersangka, lima di antara mereka perempuan.
Pemerintah mengerahkan 80.000 tentara dan polisi untuk melindungi pemilih, namun tidak ada laporan terjadinya kerusuhan. Kepala misi pengamat pemilu Uni Eropa, Annemie Neyts-Uytterbroeck, mengatakan pemungutan suara berjalan "lebih dari memuaskan".
Kepala Militer HTS Suriah Akan Membubarkan Sayap Bersenjata
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Kepala militer "Hayat Tahrir al-Sham" (HTS) Suriah yang menang m...