Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:14 WIB | Senin, 30 September 2024

Pemimpin Lebanon Serukan Persatuan, dan Menginginkan Gencatan Senjata

Partai Kristen Lebanon meminta para pengikutnya untuk 'diam', PM Najib Mikati menyerukan 'tanggung jawab nasional', dan militer mengatakan perpecahan Lebanon akan menguntungkan Israel.
Pemimpin Lebanon Serukan Persatuan, dan Menginginkan Gencatan Senjata
Tentara Lebanon menutup area di lokasi serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut, 26 September 2024. (Foto: AP/Hassan Ammar)
Pemimpin Lebanon Serukan Persatuan, dan Menginginkan Gencatan Senjata
Gambar selebaran yang disediakan oleh kantor pers Perdana Menteri Lebanon menunjukkan Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, menyampaikan pernyataan kepada pers di Beirut pada 29 September 2024 (Foto: Kantor Pers Perdana Menteri Lebanon via AFP)

BEIRUT, SATUHARAPAN.COM-Tentara Lebanon pada hari Minggu (29/9) memperingatkan masyarakat Lebanon terhadap tindakan yang akan mengganggu ketertiban umum di negara yang dilanda krisis tersebut setelah Israel membunuh Hassan Nasrallah, pemimpin kelompok Hizbullah yang didukung Iran, yang dicap teroris oleh Israel dan beberapa negara.

Militer dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa mereka "menyerukan warga negara untuk menjaga persatuan nasional dan tidak terlibat dalam tindakan yang dapat memengaruhi perdamaian sipil pada tahap yang berbahaya dan sensitif ini," menyusul serangan besar-besaran pada hari Jumat (17/9) yang menewaskan Nasrallah dan komandan tinggi lainnya, sementara serangan Israel terus berlanjut.

"Musuh Israel berupaya melaksanakan rencana destruktifnya dan menabur perpecahan di antara warga Lebanon," pernyataan militer menambahkan.

Lebanon yang kecil telah lama terbagi berdasarkan garis sektarian dan menyaksikan perang saudara yang menghancurkan pada tahun 1975-1990.

Hizbullah, kelompok Syiah yang memegang kekuasaan besar di Lebanon dan yang kekuatan militernya secara luas diyakini mengerdilkan angkatan bersenjata Lebanon, telah menuai kritik dari beberapa politisi Lebanon atas keputusannya untuk membuka "front dukungan" terhadap Israel Oktober lalu.

Hizbullah telah menembakkan roket dan pesawat nirawak ke Israel hampir setiap hari sejak 8 Oktober 2023, segera setelah serangan teror lintas batas oleh sekutunya Hamas di Israel selatan, yang memulai perang yang sedang berlangsung di Gaza.

Setelah setahun saling serang setiap hari, Israel telah meningkatkan pertempurannya melawan Hizbullah dalam beberapa pekan terakhir, meluncurkan gelombang serangan udara yang menargetkan komandan tinggi, infrastruktur, dan tempat penyimpanan senjata, setelah serangan terhadap perangkat komunikasi pribadi para operator yang juga secara luas disalahkan pada Israel.

Seorang pejabat militer Lebanon mengatakan kepada AFP pada hari Minggu (29/9) bahwa pasukan telah dikerahkan sejak hari Sabtu (28/9) di Beirut, tempat ribuan orang mencari perlindungan dari serangan gencar Israel di selatan dan timur Lebanon dan di benteng Hizbullah di selatan Beirut.

Perdana Menteri Najib Mikati mendesak warga Lebanon "untuk bersatu" guna menjaga ketertiban sipil.

"Tanggung jawab nasional kita pada momen bersejarah dan luar biasa ini mengharuskan kita mengesampingkan perbedaan politik," katanya pada hari Sabtu (28/9), setelah mempersingkat perjalanan ke New York.

Serangan Israel yang gencar mungkin telah memaksa hingga satu juta orang mengungsi dari beberapa bagian Lebanon, kata presiden, yang berarti sekitar seperenam dari populasi Lebanon.

"Ini adalah gerakan pengungsian terbesar yang mungkin terjadi... di Lebanon," katanya.

Awal pekanini, kepala pengungsi PBB, Filippo Grandi, mengatakan "lebih dari 200.000 orang mengungsi di Lebanon" dan lebih dari 50.000 orang telah melarikan diri ke negara tetangga Suriah.

Pihak-pihak yang secara tradisional menentang kelompok kuat yang didukung Iran tersebut telah menahan diri untuk tidak membuat pernyataan-pernyataan yang berapi-api setelah pembunuhan Nasrallah.

Lebanese Forces, sebuah partai Kristen yang secara luas dipandang sebagai salah satu kritikus Hizbullah yang paling keras, bahkan memerintahkan para pendukungnya untuk "tidak bersuara" di media sosial dalam sebuah pesan yang disebarkan di kelompok-kelompok mereka, seorang sumber yang dekat dengan partai tersebut mengatakan kepada AFP.

Pada hari Sabtu (28/9), mantan perdana menteri, Saad Hariri, menyerukan kepada warga Lebanon untuk "mengatasi perbedaan," dan menambahkan bahwa pembunuhan Nasrallah "telah menjerumuskan Lebanon dan kawasan tersebut ke dalam fase kekerasan baru."

Pengadilan internasional telah menemukan bahwa para operator Hizbullah berada di balik pembunuhan ayahnya, Rafic Hariri, pada tahun 2005, yang juga mantan perdana menteri Lebanon.

Sementara itu, Menteri Informasi Lebanon, Ziad Makary, mengatakan dalam sebuah sesi kabinet pada hari Minggu (29/9) bahwa upaya diplomatik untuk gencatan senjata dengan Israel sedang berlangsung.

"Yang pasti pemerintah Lebanon menginginkan gencatan senjata, dan semua orang tahu bahwa (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu pergi ke New York berdasarkan premis gencatan senjata, tetapi keputusan dibuat untuk membunuh Nasrallah," kata Makary.

Netanyahu melakukan perjalanan ke New York beberapa hari yang lalu untuk menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), saat Amerika Serikat, Prancis, dan negara-negara barat lainnya sedang membahas potensi gencatan senjata selama 21 hari antara Israel dan Hizbullah.

Meskipun dilaporkan mengisyaratkan dukungannya terhadap rencana tersebut secara pribadi, Netanyahu akhirnya menolak usulan tersebut, sesaat sebelum menyetujui serangan yang menewaskan Nasrallah pada hari Jumat (27/9).

"Upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata sedang berlangsung," kata Makary, seraya menambahkan bahwa Nakati "tidak gagal, tetapi masalahnya tidak semudah itu." (Reuters/AFP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home