Pemimpin Makan Terakhir
Yang penting bagi pemimpin adalah unsur mengapa dalam perjuangannya.
SATUHARAPAN.COM – Semua orang pasti bisa mengatakan apa yang mereka lakukan, yang akan mereka lakukan, dan yang pernah mereka lakukan. Banyak orang juga dapat menceritakan bagaimana mereka melakukan sesuatu. Tetapi, tidak banyak orang mengetahui dengan sungguh-sungguh mengapa mereka melakukan sesuatu.
Ketika Martin Luther King berdiri di Lincoln Memorial pada 28 Agustus 1963 untuk menyampaikan pidatonya revolusioner yang kemudian dikenal sebagai The I have a dream speech, dua ratus lima puluh ribu orang berkumpul untuk mendengarkannya. Mereka datang bukan untuk melihat King yang tampan, atau untuk mendengarkan seorang selebriti. Mereka datang bukan karena King, melainkan karena diri sendiri. Mereka datang karena King mewakili apa yang mereka rasakan, apa yang mereka impikan: sebuah Amerika yang bersatu tanpa perbedaan perlakuan berdasar warna kulit.
King menjadi inspirasi bagi mereka karena seperti King yang mengatakan, ia memimpikan Amerika yang memberlakukan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi sumpahnya yaitu bahwa bangsa Amerika mengakui ‘semua orang diciptakan sama’, merekapun memimpikan Amerika yang tanpa perbudakan, tanpa perlakuan berbeda antar ras.
Dan karena itu, mereka ingin mendengarkan apa yang King katakan. Bukan karena iming-iming hadiah atau uang yang diberikan kepada mereka untuk hadir. Dan nyatanya lebih banyak orang kulit putih yang hadir sekalipun isi ceramahnya lebih membela kulit hitam.
Martin Luther King adalah pemimpin yang menginspirasi banyak orang. Ia tidak hanya tahu apa yang dilakukannya, melainkan ia tahu bagaimana melakukannya, bahkan meyakini mengapa ia melakukan semua yang ia perjuangkan. Dan ia memperjuangkan sesuatu yang mulia, yang diyakini banyak orang akan memperbaiki dunia: kesetaraan derajat.
Karena itu ia tidak undur, sekalipun berbagai ancaman menghadangnya. Ia bersedia berkorban demi kebaikan banyak orang lain. Ia ada di depan ketika bahaya mengancam, bahkan bersedia berkorban demi memperjuangkan keyakinannya dan keyakinan banyak orang yang mempercayainya. Dan karena orang mempercayai, maka banyak orang menjadi pengikutnya. Ia memiliki banyak pengikut meskipun tak banyak bawahannya.
Ketika tujuannya tercapai, pemimpin tidak berharap dipuji. Ia juga tidak berharap media meningkatkan kepopulerannya. Akan tetapi, ia akan ada di belakang ketika kenikmatan keberhasilan menjadi kenyataan. Bagai orang tua yang mendahulukan anaknya untuk makan sebelum dirinya sendiri, sekalipun perjuangan memperoleh makan itu amat sulit, maka seorang pemimpin akan makan sebagai yang terakhir. Ia tidak butuh didahulukan.
King sama halnya seperti Napoleon, Winston Churchill, Nelson Mandela, Abraham Lincoln, Soekarno, Mahatma Gandhi, dan sejumlah pemimpin dunia yang pemikirannya masih terus dikutip orang, yang menikmati makan enak terakhir, setelah semua pengikutnya menikmati makan lebih dulu.
Demikian pula yang dilakukan semua pemimpin hebat yang dianut oleh pengikutnya, baik itu di perusahaan kecil, perusahaan besar, di keorganisasian, jemaat agama: pemimpin yang baik itu bersedia makan terakhir. Karena yang penting baginya adalah unsur mengapa dalam perjuangannya. Bukan sekedar apa dan bagaimana. Itulah keagungan utama yang diperjuangkannya.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...