Pemimpin Separatis Armenia Menyebut Pembubaran Lembaga Tidak Sah
YEREVAN, SATUHARAPAN.COM-Pemimpin separatis Armenia, yang diusir dari wilayah Nagorno-Karabakh di Azerbaijan tahun ini, pada hari Jumat (22/12) mengatakan bahwa keputusan sebelumnya yang memerintahkan pembubaran lembaga separatis itu sebagai tidak sah.
Pernyataan itu tampaknya membatalkan langkah bersejarah kelompok separatis untuk membubarkan wilayah sengketa yang menjadi pusat dua perang yang merugikan antara Armenia dan Azerbaijan, pada tahun 2020 dan pada tahun 1990-an.
Azerbaijan mengirim pasukan ke Karabakh pada 19 September dan setelah satu hari berperang, pasukan separatis Armenia yang telah menguasai wilayah sengketa selama tiga dekade menyerah dan setuju untuk berintegrasi kembali dengan Baku.
Pada tanggal 26 September, presiden separatis Armenia, Samvel Shahramanyan, mengeluarkan dekrit yang memerintahkan pembubaran lembaga separatis paling lambat 1 Januari 2024.
Republik yang memisahkan diri itu “akan lenyap” pada akhir tahun ini, kata dekrit tersebut.
Namun secara mengejutkan pada hari Jumat, Shahramanyan membatalkan pengumuman tersebut dalam komentar yang diberikan di Yerevan, ibu kota Armenia.
“Tidak ada dokumen... Republik Artsakh (Karabakh) yang menetapkan pembubaran lembaga-lembaga pemerintah.”
Kantornya mengatakan kepada AFP secara terpisah bahwa dekrit tanggal 26 September hanyalah “kertas kosong,” dan menambahkan: “Tidak ada dokumen yang dapat mengarah pada pembubaran republik, yang didirikan atas kemauan rakyat.”
Baik Yerevan maupun Baku kemungkinan besar tidak akan mendukung kelanjutan berfungsinya lembaga-lembaga separatis karena mereka hampir menandatangani perjanjian damai berdasarkan pengakuan bersama atas integritas wilayah.
Hampir seluruh penduduk etnis-Armenia, lebih dari 100,00 orang, meninggalkan Karabakh ke Armenia, setelah pengambilalihan Baku. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...