Pemindahan Warga Palestina Cabut Kesempatan Perdamaian Adil
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – APRODEV (asosiasi lembaga pembangunan Eropa) bersama CIDSE (aliansi lembaga internasional pembangunan Katolik) baru-baru ini dalam sebuah pernyataan mengutuk pemindahan paksa warga Palestina di Tepi Barat. Mereka menyebut tindakan tersebut telah mencabut kesempatan perdamaian yang adil, demikian yang dilaporkan oikoumene.org pada Kamis (17/4).
Kedua lembaga tersebut mendesak Uni Eropa (UE) untuk membicarakan sejumlah isu tentang perusakan properti dan pemindahan secara paksa terhadap warga Palestina, sebagai upaya melindungi warga Palestina. Sikap tersebut turut didukung oleh Dewan Gereja Dunia (WCC).
Pernyataan sikap yang diluncurkan pada 7 April tersebut ditulis APRODEV bersama CIDSE. Kedua lembaga tersebut merupakan jaringan organisasi nonpemerintah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
APRODEV dan CIDSE menyambut baik perhatian yang telah UE curahkan terhadap isu-isu perusakan dan pemindahan secara paksa. Kedua lembaga tersebut juga mengungkapkan harapan mereka untuk melihat aksi yang lebih kuat dan efektif di masa datang untuk melawan kebijakan-kebijakan illegal.
Selain itu, UE juga didorong APRODEV dan CIDSE untuk meninjau kembali program bantuan mereka sehingga mereka tidak mengakui kebijakan Israel yang melanggar hokum, yang melakukan pemindahan secara paksa dan memperluas pemukiman. Kedua lembaga itu juga meminta UE untuk mengadvokasi pemindahan wewenang ke institusi Palestina, sesuai dengan hokum kemanusiaan internasional.
APRODEV bersama CIDSE telah begitu aktif mengupayakan proses pengambilan keputusan di institusi-institusi UE untuk menegakkan keadilan dan perdamaian di Israel dan Palestina.
Pernyataan itu mengikuti resolusi terbaru Dewan HAM PBB (UNHRC) yang memberi peringatan tentang aktivitas bisnis dan finansial di pemukiman Israel. Resolusi itu menggemakan keprihatinan bahwa banyak gereja yang menentang kekerasan terhadap HAM yang diakibatkan aktivitas perdagagan tersebut.
Ecumenical Accompaniment Programme WCC di Palestina dan Israel (EAPPI) mendorong UE dan PBB yang menentang kekerasan dan pemindahan secara paksa di Area C, sebagai hal yang bertetangan dengan hukum internasional, kata Dr Isabel Apawo Phiri, sekretaris umum asosiasi WCC untuk bidang Public Witness dan Diakonia.
Ia mengatakan para relawan EAPPI sejak 2002 telah hadir untuk melindungi komunitas rentan di wilayah yang diduduki, melaporkan penganiayaan, serta mendukung kerja sama warga Palestina dan Israel untuk upaya perdamaian. Setelah kembali ke rumah masing-masing, para relawan masih terus mengkampanyekan resolusi damai atas konflik Israel dan Palestina, berseru untuk mengakhiri pendudukan, menghargai hukum internasional dan implementasi resolusi PBB.
EAPPI turut menolong aksi mobilisasi gereja-gereja, lembaga-lembaga ekumenis, dan pemimpin-pemimpin agama untuk mengupayakan perdamaian di Israel dan Palestina.
Wendy Gichuru, koordinator regional untuk Timur Tengah dari Unit Hubungan Global dan Ekumenis United Church of Canada (UCC) mengatakan, “gereja-gereja memiliki kewajiban moral untuk menempatkan iman mereka ke dalam aksi dan usaha perdamaian yang adil. Mereka harus memastikan tindakan mereka tidak mendukung dan memelihara ketidakadilan. Hal ini mencakup kekuatan ekonomi mereka sebagai konsumen sekaligus investor,” Gichuru menambahkan.
Sejumlah posisi telah diambil WCC untuk mengadvokasi perdamaian di wilayah tersebut, termasuk memberi pernyataan terkait pemukiman warga Israel di wilayah Palestina yang telah diduduki sejak 2009. (oikoumene.org)
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...