Pemotongan Kuota Impor Sapi Australia bukan Balas Dendam
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM – Para peternak Australia menganggap keputusan Indonesia yang secara dramatis mengurangi kuota impor ternak hidup dari negara itu merupakan pembalasan atas sikap keras Negara Kanguru itu dalam memprotes hukuman mati atas dua warganya yang terlibat kasus narkoba di Indonesia, belum lama ini. Namun, Duta Besar Indonesia untuk negara itu, Nadjib Riphat Koesoema, membantah.
Menurut Duta Besar dalam pernyataan resminya hari ini (14/7), keputusan tersebut "tidak dengan cara apapun berhubungan dengan kondisi politik ataupun keadaan hubungan Australia-Indonesia".
Menurut dia, "Keputusan izin impor triwulanan ternak hidup dibuat atas dasar pertimbangan ekonomi, dengan tujuan menjaga pasokan daging yang tepat untuk konsumen Indonesia," sebagaimana dikutip oleh news.com.
Produsen ternak Australia telah diberitahu bahwa Indonesia hanya akan mengimpor 50.000 ekor sapi dari negara itu untuk periode Juli hingga September. Ini sebuah pemangkasan sangat drastis dari dari 250.000 ekor pada kuartal sebelumnya.
Menteri Pertanian Australia, Barnaby Joyce, mengatakan ia kecewa dengan keputusan Indonesia tersebut. Namun, ia mengatakan dirinya akan mencari pasar baru bagi ternak hidup mereka yang menghadapi kelebihan pasokan.
"Ini tanggung jawab saya untuk mencoba menemukan tempat alternatif bagi sapi mereka," katanya.
Namun tidak semua peternak Australia menganggap hal ini persoalan ekonomi murni.
Anggota parlemen Australia, Bob Katter, mengatakan pemotongan kuota ini membuktikan kebenaran peringatannya kepada Perdana Menteri Tony Abbott dan Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop pada bulan Maret lalu.
Pada bulan Maret, Katter mengajukan pertanyaan kepada Menlu Australia di parlemen sebagai peringatan agar pemerintah berhati-hati supaya jangan sampai hubungan dengan Indonesia rusak.
Menurut dia, unsur-unsur media di Australia telah memanjakan diri dengan membuat besar masalah dua pengedar narkoba, demi menyenangkan hati beberapa orang, tetapi mengorbankan petani Australia.
"Orang-orang yang paling rentan di perekonomian Australia, peternak miskin Australia, telah mengalami pukulan sekali lagi," kata Katter.
Pada tahun 2011 Pemerintah Auastralia di bawah Julia Gillard membuat keputusan yang menjadi bencana besar dengan melarang ekspor ternak hidup ke Indonesia. Hal itu mengakibatkan Indonesia secara dramatis mengurangi kuota ternak hidup.
Selain perlunya memelihara hubungan yang lebih terhormat dengan Indonesia, Katter percaya Australia membutuhkan Angkatan Pertahanan yang kuat sejalan dengan semboyan Theodore Roosevelt yang menyatakan, 'Aku berjalan pelan, tapi aku membawa tongkat yang besar'.
"Rekomendasi saya kepada PM dan Wakil PM adalah milikilah Angkatan Pertahanan yang layak bukan seperti yang jadi bahan ejekan saat ini. Anda menempatkan negara kita dalam bahaya, bukan hanya secara ekonomi, berapa banyak pelanggaran yang Anda pikir telah dilakukan negara tetangga kita?"
"Saat ini para pemimpin kita memiliki mulut yang keras, tetapi mereka tidak memiliki tongkat sama sekali - pertahanan kita adalah sebuah lelucon."
"Terakhir kali kita berperang dengan Indonesia, Australia memiliki 1,3 juta senapan semi-otomatis, sekarang kita hanya memiliki 50.000," kata Katter.
Konstituen Katter sebagian besar datang dari daerah penghasil daging sapi terbesar di Australia dan sangat bergantung pada pasar ternak hidup ke Indonesia. Maka sangat wajar jika dia tidak puas dengan keputusan Indonesia yang memangkas kuota impor sapi dari Australia. Sampai saat ini Katter diketahui terus melobi Indonesia untuk mengembalikan pasar ekspor sapi Australia dan memulihkan hubungan dengan Indonesia. Diantaranya dengan melakukan beberapa pertemuan, termasuk dengan Duta Besar Indonesia di Australia.
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...