Pemprov Ingkar Janji, Warga Kampung Pulo: Dari Pagi Nangis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Janji pemerintah untuk warga Kampung Pulo belum sepenuhnya dipenuhi. Kompensasi 1,5 kali pemberian unit rusun dihitung dari konversi luas lahan bangunan yang telah diwacanakan faktanya tak sesuai di lapangan. Terisak, warga bantaran kali Ciliwung bernama Rohani Asmara (51) mengungkapkan kekecewaannya terhadap ulah para pejabat kerah putih kepada satuharapan.com, Kamis (20/8).
“Saya sedih, dari pagi nangis. Pemerintah nggak nepatin janjinya. Lahan saya luasnya 186 meter persegi, tapi saya hanya dapat satu rumah susun. Padahal, rumah saya itu ditinggali dua kepala keluarga, jumlahnya tujuh orang yang tinggal di situ. Mana mungkin satu rusun muat untuk tujuh orang?” ujar Rohani sembari mengusap air mata dengan kerudungnya.
Ia masih saja berdiri di depan rumahnya meski petugas telah meruntuhkan sedikit demi sedikit tembok permanen bercat putih tersebut. Berulang kali, ia menyebut nama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Pak Ahok nggak ngerti masalah yang beginian. Saya sudah lapor lurah, tapi tetap nggak dapat. Alasannya macam-macam karena suratnya harus dua. Mana mungkin surat pembeliannya dua. Ini kan rumah cuma satu. Masa mau dibagi-bagi?” katanya.
Bila pemerintah konsisten dengan janjinya, Rohani seharusnya mendapatkan delapan unit rusun yang telah disediakan. Rusun itu boleh ditinggali sendiri ataupun disewakan. Pengkhususan pemberian kompensasi untuk warga yang terdampak penertiban di wilayah Kampung Pulo ini dilakukan karena mereka sebelumnya telah memiliki surat pembelian lahan.
Mereka juga mengaku telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tiap tahun kendati lahan-lahan itu tak bersertifikat. Jumlah PBB yang dibayarkan besarannya berbeda-beda. Untuk luas rumah 186 meter persegi seperti milik Rohani, pajak yang harus dibayar ialah Rp 145.000. Ada pula yang membayar Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per blok per tahun. Pembayaran ditandatangani ketua RT/RW dan lurah setempat.
Benang kusut penyelesaian relokasi warga Kampung Pulo menggugah warga untuk menggugat Pemprov di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, pagi tadi mengatakan, pemerintah memang harus melakukan penertiban demi kemaslahatan hidup banyak orang. Di lokasi yang jauh dari kata layak untuk ditinggali itu, Djarot mengatakan pemerintah sebetulnya ingin memanusiakan manusia.
“Kita bantu warga untuk relokasi ke rusun yang sudah disiapkan di Jatinegara Barat. Jadi tetap pertama yang kami harapkan persuasif. Kalau penolakan pasti. Tapi, hidup di situ nggak manusiawi dan itu tanah negara, sudah kami sediakan tempatnya. Dan itu sangat layak,” ungkap politikus PDIP itu.
Pagi tadi, baku hantam antara petugas keamanan dan warga terjadi di depan Pasar Jatinegara, Jatinegara Barat, Jakarta Timur.
Saat petugas melakukan apel, warga sudah menghadang di sisi selatan, sementara petugas berada di sisi utara. Mulanya, Kapolres Jatinegara, Kombespol Umar Faroq, dan perwakilan warga Ciliwung, sudah sepakat akan menggusur warga yang telah memegang kunci rumah susun sederhana sewa (rusunawa) yang telah disediakan pemprov.
Namun, saat Camat Jatinegara, Sofyan Taher datang, ia menginstruksikan untuk menertibkan seluruhnya bangunan. Sontak, warga marah dan melempar batu, kayu, dan kaca ke arah petugas. Petugas terdorong sampai 300 meter ke belakang. Puncak dari baku hantam tersebut, satu unit ekskavator milik Dinas Tata Air DKI dibakar warga. Semprotan gas air mata atau watercanon membubarkan aksi bar-bar petugas dan warga yang saling berseteru.
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...