Pemuda Lintas Agama adalah Aktor dan Pegiat Kerukunan
BOGOR, SATUHARAPAN.COM – Bertemu pemuda lintas agama yang berasal dari 15 provinsi, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama M Nur Kholis Setiawan menegaskan, mereka adalah para aktor, pegiat, sekaligus pelaku kerukunan, yang memiliki kewajiban sebagai tokoh-tokoh pemuda di agama masing-masing untuk menguatkan pemahaman keagamaan yang moderat.
“Andalah para aktor, pegiat, sekaligus pelaku kerukunan, karena masing-masing memiliki kewajiban sebagai tokoh-tokoh pemuda di agama masing-masing untuk menggaransi dan menguatkan pemahaman keagamaan yang moderat,” Sekjen Kemenag menyampaikan, saat membuka kegiatan Dialog Pemuda Lintas Agama yang digelar Pusat Kerukunan Umat Beragama di Bogor, Rabu (25/9).
Sekjen menilai rukun adalah produk, bukan proses. Bisa dikatakan dalam bahasa birokrasi, rukun adalah outcome atau hasil dari sebuah proses yang panjang. Ada serangkaian proses mulai dari hulu sampai hilir, dan hilirnya adalah kerukunan.
“Hulu dari kerukunan adalah paham keagamaan, jadi cara kemudian kita mampu merawat sekaligus meningkatkan kerukunan umat beragama di tengah-tengah keragaman yang kita miliki, kalau basisnya adalah agama, maka kita semua memiliki kewajiban untuk menjadikan agama sebagai perekat sosial melalui paham keagamaan yang moderat,” kata Sekjen.
“Inilah yang menjadi strategi Kemenag, dan alhamdulillah moderasi beragama sudah masuk dalam RPJMN 2020-2024. Jadi pemerintahan ke depan akan melaksanakan RPJMN, yang salah satunya terkait pembangunan SDM umat beragama adalah moderasi beragama, 100 persen pemikiran dari Kemenag,” ujar Sekjen.
Dalam kesempatan tersebut, ia kembali menyampaikan lima indikator beragama yang moderat.
Menurutnya, lima indikator yang bisa dijadikan pegangan bagaimana beragama itu moderat atau tidak. Pertama, ada unsur keterbukaan. Indikator kedua, mengedepankan nalar atau akal sehat.
Indikator ketiga, menyadari akan keterbatasan dirinya. Sekjen menjelaskan, seorang agamawan sehebat apapun dan sebesar apa pun namanya, mereka semakin dalam ilmunya terhadap agama yang diyakini, semakin mampu menyatakan dirinya memiliki keterbatasan, tidak pernah mengklaim diri paling benar, suci, dan unggul di antara yang lain. “Karenanya, beragama yang moderat adalah menyadari keterbatasan dirinya,” ucapnya.
Keempat, beragama yang moderat memiliki indikator rendah hati (tawadu). Ia mengungkapkan, seorang agamawan, biasanya rendah hati, maka ia akan mudah mengapresiasi, mudah untuk menghargai orang lain.
Indikator kelima, papar Sekjen, perlu kiranya memberikan tafsir terhadap ajaran agama sesuai dengan keyakinan kita masing-masing, yaitu tafsir beragama moderat. “Apa itu tafsir beragama yang moderat, kembalikan kepada bunyi teks, teks suci yang kita yakini,” Sekjen menegaskan. (kemenag.go.id)
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...