Pemuka Agama di Eropa Harus Terbiasa dengan Ancaman Kematian
LIVERPOOL, SATUHARAPAN.COM – Pendeta asal Iran yang tinggal di Inggris, Mohammad Eghtedarian, memperingatkan pemuka agama Kristiani, Kristen ataupun Katolik, di masa mendatang berisiko menjadi sasaran pembunuhan seperti yang dialami Pastor Jacques Hamel di Rouen, Prancis, beberapa waktu lalu.
Berbicara kepada Christian Today, pada hari Selasa (9/8), dia menjelaskan tidak akan gentar memberitakan Firman Tuhan walau ada risiko kematian.
“Ekstremis sewaktu-waktu bisa menyerang. Saya tahu itu. Apa yang terjadi di Normandia (tempat pelayanan mendiang Pastor Hamel, Red) adalah peristiwa yang mengerikan dan jahat,” kata dia.
Pastor Hamel mengalami penganiayaan saat memberi pelayanan misa di gerejanya di Rouen, Prancis, pada 26 Juli. Kepolisian mengidentifikasi penyerangnya bernama Adel Kermiche dan Abdel Malik Petitjean.
Eghtedarian memimpin jemaat Iran yang memenuhi gereja di Liverpool untuk layanan dalam bahasa Parsi setiap hari Minggu. “Kita tidak bisa pergi keluar dan berpura-pura menjadi pahlawan,” kata dia.
Dia percaya hidup dan kematian diatur Tuhan. Dalam keadaan apa pun Tuhan membantu umatnya untuk waspada.
“Saya harus melanjutkan pekerjaan, begitu juga pendeta atau pastor di tempat lain,” kata dia.
Dia percaya umat Kristiani di seluruh dunia akan meneladani penderitaan Yesus Kristus yang memikul salib merupakan pengorbanan terbesar, maka kematian di tangan ekstremis juga merupakan tantangan yang harus dihadapi saat ini.
Di Liverpool banyak warga Kristen asal Iran, dan gereja tempat Eghtedarian memberitakan Firman Tuhan setidaknya membaptis lebih dari 200 pencari suaka selama empat tahun terakhir.
Eghtedarian mengatakan dari peristiwa yang menimpa Pastor Hamel tersebut banyak jemaatnya yang ketakutan dan putus asa. Namun, dia memberikan rasa optimistis kepada jemaatnya, kedamaian sesungguhnya terdapat dalam gereja dan dalam Yesus Kristus saja.
Menurut Guardian, Mohammad Eghtedarian merupakan pendeta pembantu di Katedral Liverpool. Dahulu Eghtedarian merupakan pengungsi asal Iran yang berpindah agama menjadi Kristen.
Eghtedarian, dalam sebuah pemberitaan pada awal Juni 2016 mengisahkan perjalanannya mengungsi dari Shiraz, Iran, ke Inggris. Saat mengungsi, dia harus melalui banyak negara Eropa dengan berbagai alat transportasi dan berjalan kaki.
Menurut dia, setiap hari adalah tantangan yang indah baginya. Dia menyebut tantangan hidup karena ia tak tahu apa yang akan dihadapi pada masa mendatang. Masa depan bagi dia misterius dan indah sebab ia merasa berada di tangan Tuhan. (christiantoday.com/ theguardian.com)
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...