Pemutaran Film Bertema Toleransi, PGI Ingatkan Kemajemukan Merupakan Aset Bangsa
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Jacklevyn Manuputty, mengingatkan bahwa kemajemukan merupakan anugerah yang telah Tuhan hadiahkan kepada bangsa Indonesia. Sebab itu, setiap upaya anak bangsa dalam menjaga toleransi dan mengawal kebebasan beragama dan berkeyakinan Indonesia patut selalu dirayakan.
Pesan tersebut disampaikan saat memberi sambutan di acara screening film “Di Atas Bumi yang Sama” karya Wisnu Dwi Prasetyo, bertempat di Gripa Studio, Cilandak, Jakarta Selatan, hari Jumat (20/12/2024).
“Film-film seperti ini membawa kita kepada situasi, suasana reflektif, refleksi kebangsaan untuk menemukan kembali jati diri bersama dan kebanggaan kolektif kita sebagai bangsa yang majemuk, yang sangat dihargai di luar. Orang luar negeri menilai kemajemukan Indonesia sebagai rahmat yang merupakan anugerah,” katanya.
Aktivis perdamaian Maluku ini juga mengajak para penonton untuk memahami bagaimana kondisi agama-agama di Indonesia yang pernah mengalami masa “terjerembab” sebagai akibat dari adanya rasa curiga di antara satu pihak dengan pihak lainnya.
Namun di sisi lain, lanjutnya, film yang diproduseri oleh bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI ini juga mampu menggambarkan bagaimana agama dipakai sebagai alat untuk menjadi berkat dan rahmat bagi sesama.
“Saya kira film ini tidak hanya mengangkat persoalan, tetapi juga mengangkat pandangan bagaimana jalan-jalan seperti apa yang bisa diambil, ditempuh, jalan-jalan apa yang bisa dipakai untuk memperkuat perjumpaan-perjumpaan langsung, persahabatan-persahabatan. Before dan after, memang pertemuan-pertemuan seperti itu yang harus dirayakan,” kata Pdt. Jacky.
Upaya menampilkan pesan perdamaian dan kemajemukan seperti yang terkandung di film tersebut mesti diperbanyak dan dirayakan secara kedaerahan, dalam bentuk pertemuan-pertemuan yang melebur kecurigaan.
Diingatkan pula, bahaya kekerasan mengatasnamakan agama dapat bermula ketika adanya orang-orang yang merasa identitasnya terancam. Keadaan yang terakumulasi sedemikian rupa ini manifestasinya bisa ditandai dengan munculnya kekerasan dan memicu konflik dalam skala luas.
Di kesempatan yang sama tim produksi film Di Atas Bumi Yang Sama, Ernest Meikel, mengungkapkan pengalamannya selama melakukan pengambilan gambar di wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Ernest menyoroti masih banyaknya pemeluk agama yang diakui di Indonesia justru mesti menghadapi situasi sulit karena harus terhambat dalam melaksanakan peribadatan. “Memang masih banyak juga ternyata ada orang-orang di daerah yang mau beribadah itu harus berjuang. Perenungan itu yang saya dapatkan pribadi untuk diri saya,” katanya.
Produser Eksekutif film Di Atas Bumi yang Sama, Pdt. Jimmy Marcos Immanuel Sormin, mengutarakan alasan khusus mengapa Provinsi Aceh masuk dalam salah satu lokasi pembuatan film ini.
Sekretaris Eksekutif bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI ini mengurai, pelanggaran terhadap hak beribadah khususnya umat Kristen yang mendiami wilayah Aceh Singkil masih terus terjadi di provinsi paling barat wilayah Indonesia, itu.
“Dan itu yang mau disoroti. Jadi jangan sampai menyematkan atau melabelkan Aceh sebagai tempat satu-satunya ‘Serambi Mekah’, sehingga yang lain harus menyesuaikan. Itu jangan dinormalisasi. Kita harus menunjukkan bahwa ada hak-hak individual maupun komunitas dari warga gereja itu yang harus dipenuhi dan diperjuangkan supaya jangan dilupakan, jangan dinormalkan,” katanya.
Pdt. Jimmy Sormin juga menyampaikan apresiasinya kepada kelompok muslim di Aceh yang terlibat dalam mengadvokasi pemeluk Kristen di Aceh Singkil. Dan inisiatif dalam mendukung upaya Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di sana harus lahir pula dari para pemimpin daerah setempat.
Editor : Sabar Subekti
Budi Said, Crazy Rich Surabaya Divonis 15 Tahun Penjara Koru...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Terdakwa Budi Said selaku pengusaha yang kerap dijuluki Crazy Rich Suraba...