Pencapaian Jokowi-JK dan Tantangan Tim Ekonomi ke Depan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dalam lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada level 5 persen. Tahun 2014 pertumbuhan ekonomi tercatat 5,01 persen, tahun 2015 turun menjadi 4,87 persen, tahun 2016 sebesar 5,03 persen, tahun 2017 5,07 persen, 2018 sebesar 5,17 persen.
Sementara pada tahun 2019 hingga semester I atau 6 bulan menjelang berakhirnya pemerintahan Jokowi periode I, pertumbuhan ekonomi tercatat 5,06 persen.
Secara keseluruhan data tersebut, Pemerintah mengklaim pertumbuhan ekonomi pada level 5 persen merupakan yang terbaik, di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Pasalnya, dibandingkan dengan negara-negara G-20, pertumbunan ekonomi Indonesia terutama pada tahun 2018 sebesar 5,17 persen, merupakan tiga terbesar setelah India dan Tiongkok.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kondisi perekonomian Indonesia tetap bisa berada di atas 5 persen, meski terjadi perang dagang Amerika Serikat-China dan sejumlah negara sejak tahun 2018.
"Ekonomi dunia sedang mengalami penurunan akibat perang dagang sejak tahun 2018. Dampaknya mulai terasa sekali pada tahun 2019. Untuk untuk itu, kita tetap bersyukur mampu menjaga pertumbuhan di atas 5 persen dengan bekerja keras dan waspada," kata Sri Mulyani.
Ia mengakui bahwa tekanan terbesar saat ini terlihat pada ekspor yang mengalami negatif growth, yang akan mengurangi daya dorong ekonomi.
Dalam buku "Lima Tahun Maju Bersama, Capaian Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla" yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP) beberapa saat sebelum lembaga itu dibubarkan, bahwa pertumbuhan berada di level 5 persen per tahun, ketimpangan pendapatan dan kemiskinan menurun.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, angka kemiskinan mencapai level satu digit, dibarengi dengan angka ketimpangan pendapatan yang terus menurun.
Secara statistik, rasio penduduk miskin dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin tercatat sebesar 10,96 persen, tahun 2015 sebesar 11,13 persen, tahun 2016 turun menjadi 10,7 persen, 2017 sebanyak 10,12 persen, tahun 2018 menjadi 9,66 persen.
Dari sisi pengelolaan ekonomi, selama 5 tahun terakhir tingkat inflasi rendah terjaga pada level 3 persen atau yang terendah dalam satu periode pemerintahan sejak era reformasi. Ini menggambarkan bahwa daya beli masyarakat terjaga dan terus tumbuh.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan diikuti dengan inflasi rendah, Pemerintahan Jokowi-JK mampu menumbuhkan 11,21 juta lapangan kerja, dengan angka pengangguran terus menurun atau terendah sejak 20 tahun terakhir.
Sejak 2015 alokasi subsidi energi dikurangi, dialihkan untuk belanja produktif, seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Subsidi tepat sasaran mendorong produktivitas dan pemerataan ekonomi.
Sedangkan sisi pengelolaan ekonomi makro, pemerintah mengklaim sektor moneter dan keuangan terkencali, tercermin dari cadangan devisa Indonesia tinggi dan aman, setara dengan pembiayaan 7,1 bulan impor.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Panji Irawan menyebutkan bahwa stabilitas ekonomi Indonesia masih terjaga di tengah berbagai tantangan ekonomi global yang semakin besar dan penuh ketidakpastian.
Panji mengatakan perang dagang antara Amerika Serikat dan China telah berdampak negatif terhadap penurunan kinerja ekspor melalui penurunan harga-harga komoditas seperti harga minyak Kelapa sawit (CPO) yang terus tertekan ke tingkat sekitar 500 dolar AS per ton
“Padahal harga rata-rata 2017 itu 648 dolar AS per ton dan 2018 turun lagi jadi 556 dolar AS per ton,” ujarnya.
Hal sama juga terjadi pada harga batu bara yang terus menurun hingga 65 dolar AS per ton, sedangkan harga rata-rata pada 2017 di atas 100 dolar AS per ton, dan 2018 sebesar 88,3 dolar AS per ton.
Meskipun perkembangan ekonomi dunia kurang mendukung terhadap perekonomian nasional, namun Panji menilai pertumbuhan yang terjadi di Indonesia masih cukup baik dibandingkan dengan beberapa negara emerging market lainnya.
Ia merujuk ke sejumlah negara, seperti Turki pada kuartal I terkontraksi sebesar 2,4 persen dan kuartal II kembali mengalami hasil negatif yaitu 1,5 persen (YoY). Selain itu, beberapa negara berkembang lain juga mencatatkan pertumbuhan yang lebih rendah daripada Indonesia seperti Malaysia 4,9 persen, Thailand 3,7 persen, Brazil 1,01 persen, dan Rusia 0,9 persen.
Terlepas dari apapun visi yang diemban, pengelolaan ekonomi makro, terutama pertumbuhan ekonomi, inflasi, ketimpangan pendapatan, tingat kemiskinan dan pengangguran selalu menjadi indikator penting untuk menilai pencapaian sebuah pemerintahan.
Salah satu program Pemerintah untuk mencapai visi tersebut yaitu adalah mewujudkan Indonesia Sentris, yaitu menggeser orientasi pembangunan dari daerah yang skala ekonomi besar ke pinggiran yang skala ekonominya kecil, sehingga terwujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Program ini, menurut data Kementerian ESDM bahwa ratio elektrifikasi hingga semester I 2019 telah mencapai 98,8 persen. BBM Satu Harga Sudan mencakup pada 171 titik, dimana tidak ada lagi penjualan BBM yang terlalu mahal di satu daerah karena penyaluran dan distribusinya semakin diperluas.
Di bidang infrastruktur, selama 5 tahun pemerintahan Jokowi-JK, capaian pembangunan infrastruktur meliputi 3.194 km jalan perbatasan, 1,378 km jalan tol, sepanjang 811,89 km rel kereta api, 136 pelabuhan, 15 bandara.
Sejalan dengan itu, pembangunan bidang infrastruktur pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan, Pemerintahan Presiden Jokowi-JK dalam lima tahun terakhir telah menyelasikan pembangunan 65 bendungan, sekitar 5.821 embung, 1 juta ha pembangunan baru jaringan irigasi, 3,02 juta ha rehabilitasi irigasi, dan 3,21 juta ha réhabilitasi irigasi tersier.
Kerja Keras
Meskipun berbagai indikator ekonomi mengalami pertumbuhan, namun daya sisi daya saing global Indonesia turun dari poseis 45 tahun 2018, menjadi posisi 50 pada tahun 2019.
Demikian juga dengan realisasi investasi. Pada tahun 2015 hingga 2018 inventasi terus mengalami peningkatan, namun memasuki tahun 2019 diproyeksikan terjadi penurunan realisasi investasi khususnya Penanaman Modal Asing (PMA).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebutkan daya saing menjadi salah satu pekerjaan rumah yang perlu ditingkatkan dalam pemerintahan baru Presiden Joko Widodo periode 2019-2024.
"Daya saing dan produktivitas di pasar internasional hasilnya masih belum cukup terlihat," ujar Andri.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut regulasi yang rumit menjadi salah satu penyebab daya saing Indonesia menurun, namun kualitas sumber daya manusia (SDM) juga berkontribusi terhadap penurunan daya saing.
Tenaga kerja dari sejumlah negara di Asia Tenggara banyak bekerja di Indonesia, salah satu penyebabnya adalah penyerapan tenaga kerja di SMK dan vokasi belum optimal.
Selain dari sisi sumber daya manusia, yang juga perlu dilakukan adalah membuat perencanaan yang matang khususnya dalam mewujudkan regulasi yang sederhana dan fleksibel.
Terbukti, dampak perang dagang dengan Amerika Serikat, China merelokasi sekitar 30 perusahaan ke Asia Tenggara, namun yang dipilih bukan Indonesia, tetapi Vietnam.
Dari kalangan dunia usaha, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menilai turunnya peringkat Indonesia dalam indeks daya saing global terjadi karena adanya persoalan produktivitas dari sumber daya manusia.
Rosan menambahkan turunnya peringkat Indonesia tersebut juga disebabkan oleh cepatnya reformasi atau pembenahan yang dilakukan negara-negara lain untuk mendorong produktivitas.
Masalah lain sudah membaik dan skor Indonesia bukannya turun, tapi negara-negara lain lompatannya lebih tinggi dan reformasinya lebih cepat.
Untuk itu, pemerintah diharapkan memperkuat komitmen bersama dunia usaha guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang belum sepenuhnya bermutu.
Tim Ekonomi
Setelah Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma’ruf Amin dilantik pada 20 Oktober 2019, yang ditunggu-tunggu semua kalangan dan pekaku pasar adalah susunan tim ekonomi yang masuk dalam kabinet baru.
Harapannya, dengan tim yang solid, pertumbuhan ekonomi sebagai ujung tombak pembangunan nasional dengan asas pemerataan menuju masyrakat yang sejahtera dapat tercapai.
Berbagai kriteria pun dilontarkan masyarakat untuk masuk menjadi tim ekonomi Presiden Jokowi - Ma’ruf Amin, mulai dari kriteria profesional, usia muda berusia 40-50 tahun, teknokrat, tidak ada kepentingan politik di portofolio ekonomi di kabinet.
Tantangan tersebut langsung dijawab Presiden Jokowi. Melalui akun twitternya, ia mengatakan, beberapa wajah lama masih akan menduduki jabatan menteri dalam kabinet kerja jilid II.
"Ya adalah, (menteri) yang lama ada, (menteri) yang baru banyak," kata Presiden.
Bahkan dalam cuitannya di twitter, Jokowi dengan lugas menyebutkan akan menempatkan orang-orang hebat dalam kabinetnya.
"Sabarlah. Indonesia ini tak kekurangan orang-orang hebat dan mampu memimpin kementerian dan lembaga, dan bersedia untuk mengabdi kepada bangsa ini," sebut Jokowi melalui akun Instagramnya.
Menurutnya, orang-orang hebat itu terserak di semua bidang pekerjaan dan profesi: akademisi, birokrasi, politisi, santri, juga TNI dan Polri.
Namun di bidang perekonomian, sederet tugas yang harus diselesaikan dalam pemerintahan Jokowi lima tahun ke depan. Pertumbuhan yang lebih tinggi dari sekedar 5 persen, menyelesaikan defisit neraca perdagangan, meningkatkan daya saing, menekan utang pemerintah, meningkatkan konektivitas antar wilayah, pertumbuhan industri pada level 8 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memberikan rekomendasi bagi tim ekonomi Presiden Joko Widodo pada periode 2019-2024 untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertama, pemerintah harus semakin konkret untuk menarik investasi, salah satu caranya adalah melalui pemberian fasilitas fiskal untuk investasi maupun keikutsertaan industri dalam pengembangan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kedua, Indonesia harus membuat bank tanah yang dikelola oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Ketiga, penyelesaian Omnibus Law untuk investasi. Omnibus Law adalah metode atau konsep pembuatan peraturan yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya, menjadi satu pengaturan besar yang berfungsi sebagai payung hukum.
“Penyusunan Omnibus Law dalam tahap akhir. Dalam skema Omnibus Law yang akan diselesaikan, nantinya semua investasi akan ditangani langsung oleh presiden,” kata Darmin.
Strategi keempat adalah konfigurasi investasi, dengan fokus tak hanya pada pembangunan infrastruktur. Sebab, selama lima tahun periode pertama pemerintahan Jokowi-JK, Darmin menilai investasi di luar sektor infrastruktur tak berkembang di Indonesia. (Ant)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...