Pendalaman Pasar Perlu Ditingkatkan Tampung Dana Repatriasi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai pendalaman pasar keuangan perlu lebih ditingkatkan agar bisa optimal dalam menampung dana repatriasi dari hasil kebijakan tax amnesty.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan pendalaman pasar tersebut dibutuhkan agar membuat pemilik dana repatriasi nyaman dalam menempatkan dananya karena semakin banyak pilihan instrumen keuangan.
"Proses pendalaman pasar yang saat ini sedang kita kerjakan, perlu ditingkatkan intensitasnya," ujar Nelson saat rapat dengan Komisi XI di Jakarta, hari Rabu (20/7).
Menurut Nelson, masih banyak pekerjaan rumah pemerintah dan otoritas serta industri jasa keuangan dalam mengoptimalkan kemampuan dalam menampung dana repatriasi.
Dana-dana repatriasi tersebut diharapkan tidak hanya mengendap di Tanah Air hanya selama masa holding period tiga tahun, namun diharapkan bisa selama mungkin.
Dalam praktiknya nanti, lanjut Nelson, pemilik dana repatriasi akan lebih banyak berdiskusi dengan bank persepsi, terutama terkait produk pilihan investasi mereka.
Oleh karena itu, OJK membuka kemungkinan munculnya produk-produk investasi baru dari perbankan untuk menampung dana repatriasi tersebut, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kemampuan bank.
"Pasti nanti ada permintaan dari pemilik-pemilik dana ke bank persepsi, itu dimungkinkan. Produk-produk baru perbankan sangat terbuka bagi kita, tapi tergantung pada kemampuan banknya," ujar Nelson.
Nelson berharap, instrumen-instrumen di pasar keuangan di Tanah Air dapat menjadi opsi investasi yang lebih baik dari instrumen asal pemilik dana reptriasi di luar negeri, sehingga kemunculan produk-produk investasi baru dari perbankan dalam negeri bisa menjadi daya tarik tersendiri.
"Kenyamanan bagi para investor tentunya harus lebih baik dari `original` yang ia tempatkan sekarang. Kami dari OJK akan sangat terbuka untuk produk-produk baru. Memang risiko mungkin akan lebih besar bagi bank, tapi jika banknya mampu kenapa tidak," kata Nelson.
Relaksasi Aturan
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Maryono mengusulkan adanya relaksasi aturan atau kemudahan bagi perbankan dalam menampung dan mengelola dana repatriasi dari hasil kebijakan tax amnesty.
Menurut Maryono, masa berlaku tax amnesty sendiri hanya berlaku sembilan bulan, sementara undang-undang biasanya dipakai dalam jangka waktu yang tidak singkat.
"Kita perlu adanya kemudahan atau relaksasi dalam bentuk peraturan baru atau bentuk pasal lain karena sembilan bulan sudah selesai tax amnesty ini. Kalau undang-undang itu biasanya dipakai jangka panjang," ujar Maryono saat rapat dengan Komisi XI di Jakarta, hari Rabu (20/7).
Maryono berharap adanya relaksasi dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) terkait kewajiban lapor dari perbankan jika ada transaksi nasabah yang mencurigakan.
Karena jika melaporkan dapat dianggap melanggar UU Pengampunan Pajak yang menyebutkan dana tersebut tidak boleh diungkap kecuali kepada pihak yang ditunjuk Menteri Keuangan.
Sementara itu, ia juga mengharapkan relaksasi dari Bank Indonesia terkait aturan lindung nilai (hedging) jika dana repatriasi yang masuk dalam bentuk valas.
"Kami juga harapkan relaksasi terkait aturan private banking karena dana yang akan masuk jumlahnya besar dan dimiliki pribadi yang memiliki tingkat kekayaan yang cukup," kata Maryono.
Kebijakan pengampunan pajak sendiri berlaku selama sembilan bulan mulai dari 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak dari uang tebusan program tersebut pada tahun ini mencapai Rp 165 triliun.
Adapun repatriasi dana tunai yang benar-benar akan masuk ke sistem keuangan nasional diperkirakan mencapai Rp 1.000 triliun.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...