Pendidikan Islam Membentuk Muslim Taat dan Toleran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Meningkatkan mutu pendidikan agama dan keagamaan menjadi salah satu misi Kementerian Agama. Peningkatan dimaksud tidak sekedar pada sarana dan proses, tetapi juga lulusan yang selain taat dalam beragama juga toleran dalam bermasyarakat.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan bahwa hal yang menjadi tujuan Pendidikan Agama Islam di Indonesia untuk melahirkan generasi penerus bangsa.
“Selain melahirkan generasi penerus bangsa yang saleh dan taat menjalankan ajaran agama, Pendidikan Islam juga harus mampu menjadi instrument perekat, baik secara budaya, sosial maupun yang lainnya,” kata Kamaruddin Amin saat menjadi pembicara pada acara Kopi Darat dan Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat yang mengangkat Tema “Pendidikan Agama Islam Berbasis Nilai-Nilai Budaya Damai”. Acara yang diselenggarakan di Ruang Operation Room, Gedung Kemenag, Jakarta, hari Rabu (4/11).
Untuk itu, Kamaruddin ketika belajar agama, peserta didik tidak hanya ansich belajar ilmu agama, tapi juga ditanamkan tentang nilai dan sikap untuk saling menghormati antar sesama, meski beda agama. Mereka, lanjut Kamaruddin, diajari nilai untuk tidak saling membenci dan mengkucilkan antar umat beragama, namun bagaimana bisa tetap hidup berdampingan.
“Karena Indonesia merupakan negara yang plural dan majemuk. Di sini, seorang anak muslim diajarkan corak Islam yang moderat, damai dan sesuai dengan alam demokrasi dan alam Indonesia yang sejak dahulu yang menjunjung tinggi toleransia,” kata dia.
Sebagai bangsa yang plural, Kamaruddin mengakui bahwa Indonesia mempunyai potensi konflik yang tinggi. Dalam konteks ini, lanjut sosok yang juga tercatat sebagai guru besar UIN Alauddin Makassar ini, kontribusi pendidikan Islam dan lembaga Pendidikan Islam dalam menjaga kerukunan umat beragama sangat besar. Apalagi, katanya, didukung dengan infrastruktur organisasi sosial keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Mathliul Anwar, NW, Al-Khaerat, dan lain sebagainya.
“Ini sangat besar dan nyata kontribusinya dalam meredam konflik, dan mampu membawa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik,” kata dia.
Sementara itu, Direktur PAI, Amin Haedari menceritakan pengalamannya, saat menghadirkan 3.000-an siswa Rohis se-Indonesia dalam Kemah di Cibubur. Amin berkisah bahwa meski mereka berasal dari berbagai daerah dan dikumpulkan menjadi satu, tidak ada satu pun kasus kehilangan HP, kehilangan dompet dan lain sebagainya.
“Apalagi, saat kemah itu, kita mengajarkan tentang persoalan-persoalan agama, mereka saling menghormati dan menghargai. Pembinaan seperti ini, harus terus kita lakukan,” kata dia.
Para pembicara dalam Kopi Darat ini, umumnya sepakat, bahwa Islam merupakan agama Rahmatan Lil Alamin, agama rahmat, bukan hanya bagi umat Islam saja, namun juga dunia. Bahkan, Islam sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, multikultural dan humanisme. Nilai Islam tidak berjalan di ruang hampa. Bukan pula normatif. Nilai Islam hidup dan berjalan dalam kontek yang hidup pula.
“Konsep Islam Rahmatan Lil Alamin adalah Iman, Islam, dan Ihsan. Iman berarti mengamankan dari hal-hal yang mengganggu. Islam maksudnya menyelamatkan dan Ihsan adalah berbuat kebaikan, kepada siapapun, memberi kasih sayang kepada siapapun. Itulah yang kami tularkan kepada para guru lainnya,” kata dia.
Kopi Darat ini dijalankan sekali dalam dua minggu, kerja sama Ditjen Pendis dengan ACDP Indonesia (Analytical and Capacity Development Partnership).
Menghadirkan pembicara, Direktur Pendidikan Agama Islam (PAI) Amin Haedari, Konsultan Analytical and Capacity Development Partnership (ACDP) Indonesia Abdul Malik, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abuddin Nata, serta Guru PAI SMAN 97 Jakarta, Nur Dewi Afifah dan Guru PAI SMKN 4 Tangerang, Maman Suryawan.(kemenag.go.id)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...