Pendidikan Toleransi Sejak Dini, Ternyata Penting Loh!
“Tolerance isn't about not having beliefs. It's about how your beliefs lead you to treat people who disagree with you.” - Timothy Keller
SATUHARAPAN.COM - Kata dasar dari toleransi adalah toleran. Dari KBBI, toleran berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakukan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Sementara, kata toleransi adalah sifat atau sikap toleran.
Pada intinya, sikap atau sifat yang kita miliki untuk mau menerima perbedaan tersebut, dengan cara kita mau belajar menghormati serta menghargai perbedaan baik kepercayaan, agama, suku, pendapat, pandangan politik, dan semua hal yang berbeda. Bukankah setiap orang tercipta berbeda? Dan anak-anak perlu memahami bahwa perbedaan bukanlah hal yang salah. Berbeda merupakan hal wajar dan itu yang membuat dunia menjadi lebih indah.
Seperti yang kita tahu, toleransi sendiri memiliki berbagai macam manfaat, seperti menjaga keharmonisan masyarakat, menjaga ikatan persaudaraan, mencegah perpecahan alias menjaga kesatuan, menghormati perbedaan itu sendiri, meningkatkan perdamaian, hingga memunculkan rasa nasionalisme. Kunci toleransi adalah mau melihat dari sudut pandang lain, tidak memaksakan kehendak, serta komunikasi.
Nah, pengajaran pada anak tentang toleransi perlu dimulai sejak dini, agar anak terbiasa memiliki sikap toleran tersebut hingga menjadi sifat yang dijunjung tinggi ketika ia dewasa nanti. Cara termudah bagi anak belajar adalah dengan teknik modeling. Yup, meniru lingkungan sekitar. Lingkup terdekat anak, yakni keluarga sangatlah berperan penting untuk pembelajarannya.
Jadi, peran orang tua akan menjadi contoh bagi anak. Ketika orang tua mencontohkan bersikap menghargai orang lain, anak akan belajar. Anak belajar berinteraksi dari orang tua. Usahakan orang tua menerima dan menghargai perbedaan pendapat di dalam rumah.
Kedua, anak merupakan makhluk paling pintar, ia merekam semuanya apa yang dilihat, dirasakan, didengarkan, semua hal tersebut masuk ke benak si kecil. Orang tua dapat mencontohkan bagaimana memperlakukan orang lain. Orang tua kadang sering menyatakan “Dia masih kecil, belum tau apa-apa”, justru karena masih kecil, sehingga perlu diberikan pembelajaran. Kalau orang sekitar memberikan label atau stereotip dalam hal tertentu, anak akan ingat. Ibarat kata doktrin-doktrin tertentu mempengaruhi sikap anak.
Ketiga, memberikan kesempatan untuk mengenal banyak perbedaan, seperti agama, budaya, pendapat, dan kesempatan diskusi. Hal ini membuat anak memiliki pemikiran yang lebih luas. Orang tua juga bisa menawarkan bantuan kepada anak untuk beradaptasi di dalam perbedaan tersebut. Bisa juga dengan cara menceritakan pengalaman orang tua bagaimana beradaptasi di lingkungan yang berbeda.
Keempat, ajarkan tentang cinta kasih. Perbedaan bukanlah halangan untuk mencintai. Kelima, menanamkan rasa nasionalisme kepada anak dan memberikan pengertian bahwa perbedaan untuk saling melengkapi, misalnya tentang “Bhinneka Tunggal Ika”, kegiatan pramuka, dan mengikuti lomba-lomba.
Octavia Putri, MPsi, Psikolog
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...