Loading...
BUDAYA
Penulis: Sabar Subekti 12:18 WIB | Jumat, 05 Juli 2024

Peneliti BRIN Menemukan Lukisan Gua Berusia 51.200 Tahun, Tertua di Indonesia

Peneliti BRIN Menemukan Lukisan Gua Berusia 51.200 Tahun, Tertua di Indonesia
Hasil pindai lukisan gua atau gambar cadas tertua di Indonesia, dengan usia 51.200 tahun yang ditemukan oleh Tim Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bekerja sama dengan Griffith University dan Southern Cross University, Australia di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan. (Foto-foto: BRIN via Antara)
Peneliti BRIN Menemukan Lukisan Gua Berusia 51.200 Tahun, Tertua di Indonesia
Hasil pindai lukisan gua atau gambar cadas tertua di Indonesia, dengan usia 51.200 tahun yang ditemukan oleh Tim Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bekerja sama dengan Griffith University dan Southern Cross University, Australia di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Tim Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bekerja sama dengan Griffith University dan Southern Cross University, Australia menemukan lukisan gua atau gambar cadas tertua yang pernah ditemukan selama ini di Indonesia, yang setidaknya berusia 51.200 tahun.

Lukisan gua atau gambar cadas yang terdiri atas sejumlah gambar ilustrasi orang, anoa, dan babi tersebut ditemukan di gua kapur yang terletak di Leang Karampuang, Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Lukisan cadas itu menggambarkan tiga figur menyerupai manusia sedang berinteraksi dengan seekor babi hutan. "Penemuan ini merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun," kata Ketua Tim Penelitian dari BRIN, Adhi Agus Oktaviana di Jakarta, hari Kamis (4/7). Oktaviana menilai penemuan ini memiliki implikasi penting terkait pemahaman mengenai asal-usul seni paling awal.

Ia menjelaskan adanya gambar anoa dan manusia yang lebih banyak mengindikasikan adanya upaya orang di zaman dahulu untuk mengkomunikasikan pesan bahwa pada masa itu anoa cukup berbahaya, sehingga orang pada zaman itu harus bersama-sama dalam memburu anoa, meskipun ada pendapat lain yang mengindikasikan gambar tersebut memiliki makna spiritual tertentu.

Oktaviana menyebut penemuan timnya ini mengindikasikan bahwa lukisan gua yang bersifat naratif merupakan bagian penting dalam budaya seni manusia awal Indonesia pada masa itu.

"Pada dasarnya manusia sudah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam bentuk cerita sejak lebih dari 51.200 tahun, namun karena kata-kata tidak bisa menjadi fosil batu, maka yang tertinggal hanyalah penggambaran dalam bentuk seni. Temuan di Sulawesi ini adalah bukti tertua yang bisa diketahui dari sudut pandang arkeologi," katanya.

Oktaviana menyebutkan temuannya ini telah dipublikasi di jurnal sains terkemuka, Nature, karena menggunakan metode termutakhir dalam penemuannya, yakni melalui ablasi laser U-series (LA-U-series) yang berada di Griffith University dan Southern Cross University untuk mendapatkan penanggalan akurat pada lapisan tipis kalsium karbonat yang terbentuk di atas seni hias tersebut.

“Hasil yang kami peroleh ini sangat mengejutkan karena belum ada karya seni dari zaman Es Eropa yang terkenal yang umurnya mendekati umur lukisan gua Sulawesi ini, walau ada pengecualian pada beberapa temuan kontroversial di Spanyol. Penemuan ini merupakan seni cadas pertama di Indonesia yang umurnya melampaui 50.000 tahun,” kata Oktaviana.

Penelitian atas lukisan gua atau gambar cadas penting untuk dilakukan, karena penelitian atas gambar cadas membantu penelitian soal peradaban dan migrasi manusia purba, di mana penelitian dengan metode ekskavasi atau penggalian membutuhkan teknologi canggih dan biaya yang tidak sedikit.

Pada kesempatan yang sama, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengapresiasi para peneliti atas temuannya tersebut. Ia menilai hal ini merupakan implementasi tanggung jawab arkeolog bangsa dalam menemukan peninggalan sejarah nenek moyang masyarakat Indonesia.

"Indonesia ini kaya akan peninggalan-peninggalan, dan bukan sekadar peninggalan, tapi juga bukti autentik kekayaan budaya dan peradaban kita semua di Indonesia," kata Laksana Tri Handoko.

Sementara itu, Kepala PR Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Berkelanjutan BRIN, Marlon Ririmasse, menambahkan bahwa hasil ini merupakan refleksi produktivitas kolaborasi riset internasional yang konsisten antara BRIN bersama mitra lembaga nasional (Griffith University), serta kontribusi arkeologi Indonesia dan Australia untuk ilmu pengetahuan.

Kemudian Kepala PR Arkeologi Prasejarah dan Sejarah BRIN, Irfan Mahmud berpendapat bahwa publikasi ini sangat bermakna bagi narasi kebudayaan dunia dari berbagai aspek ilmu pengetahuan, dan makin memperkuat nilai penting  warisan arkeologi Maros-Pangkep sebagai kawasan yang sangat penting dilindungi dan dimanfaatkan untuk riset, pendidikan, termasuk pariwisata untuk kesejahteraan masyarakat.

Dekan Universitas Hasanuddin, Profesor Akin Duli yang atas nama Pusat Kolaborasi Riset Arkeologi Sulawesi memberikan selamat atas terbitnya tulisan tentang lukisan gua di Sulawesi. “Semoga artikel ini menjadi rujukan bagi para ilmuawan di dunia dan memotivasi kita para arkeolog untuk meningkatkan kajian dan pelestariannya,” katanya.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home