Peneliti Dorong Ormas Moderat Cegah Radikalisme di Masjid Pemerintah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Dewan Pengawas Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta, Agus Muhammad, mengimbau agar para khatib dari ormas Islam moderat seperti NU tidak hanya berdakwah di lingkungan mereka, namun juga harus berani tampil di lingkungan atau masjid-masjid pemerintah.
Agus mengatakan, imbauan tersebut sebagai salah satu hasil rekomendasi penelitian P3M Jakarta dan Rumah Kebangsaan pada tahun 2017, tentang materi khutbah radikal di masjid negara.
Ormas-ormas moderat harus lebih aktif berdakwah di masjid-masjid pemerintah, agar dakwah bil hikmah wal mau’idhatil hasanah lebih memenuhi ruang publik ketimbang sebaliknya.
“Kalau khatib ormas Islam moderat tidak aktif, masjid tersebut akan dikuasai khatib garis keras,” kata Agus pada konferensi pers hasil penelitian di Gedung PBNU Kramat Raya Jakarta Pusat, Minggu (8/7), yang dilansir situs resmi nu.or.id.
Ia mengatakan, pengikut ISIS berawal dari radikalisme. “Pengikut ISIS tertarik masuk ISIS karena awalnya berpaham radikal,” katanya.
Rekomendasi lain dari penelitian adalah meminta kepada pemerintah agar lebih peduli terhadap masjid-masjid yang membawa simbol negara. Hal itu agar gejala radikalisasi di masjid-masjid kementerian, lembaga dan BUMN bisa dikurangi atau dicegah.
Selain itu, kepada Dewan Masjid Indonesia (DMI) harus melakukan pendalaman lebih jauh terhadap temuan ini, sehingga bisa segera diambil tindakan dan langkah-langkah seperlunya.
Terakhir, Agus mengajak masyarakat, khususnya umat Islam, agar jika ada indikasi radikalisme di masjid, segera melaporkan kepada pihak-pihak terkait agar bisa diambil tindakan pencegahan secepatnya.
Ia mengingatkan, laporan indikasi radikalisme harus dilakukan langsung kepada pihak terkait, bukan melalu postingan di media sosial, karena dikhawatirkan menimbulkan kegaduhan.
Gejala Radikalisme Masjid Pemerintah Masih Tinggi
Penelitian materi khutbah radikal di masjid negara, dilakukan terhadap khutbah yang disampaikan khatib pada setiap pelaksanaan shalat Jumat. Penelitian berlangsung selama empat minggu, dari tanggal 29 September hingga 21 Oktober 2017.
Penelitian melibatkan 100 masjid di Jakarta yang terdiri atas 35 masjid kementerian, 28 masjid lembaga, dan 37 masjid BUMN.
Hasil penelitian mengatakan gejala radikalisme dan radikalisasi di masjid-masjid pemerintah (kementerian, lembaga dan BUMN) masih tinggi. Hal itu terlihat dari 41 di antara 100 masjid pemerintah terindikasi paham radikal. Demikian salah satu kesimpulan hasil penelitian Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) Jakarta dan Rumah Kebangsaan pada tahun 2017 tentang materi khutbah radikal di masjid negara.
Pada hasil penelitian yang dipaparkan kepada wartawan di Gedung PBNU Jakarta Pusat, Ahad (8/7) juga dinyatakan masjid-masjid BUMN adalah masjid yang paling rentan terhadap penyusupan kelompok radikal. Terbukti, dari 37 masjid yang disurvei, lebih dari separuhnya terindikasi radikal.
Dari segi prosentase, masjid-masjid lembaga paling kecil (29 persen) terindikasi paham radikal, tetapi intensitasnya cukup tinggi. Dari delapan masjid yang terindikasi radikal, enam di antaranya (75 persen) masuk kategori radikal tinggi.
Selain itu, masjid-masjid kementerian juga patut diwaspadai. Meski sebagian besar masuk kategori radikal rendah (41 persen) namun yang masuk kategori radikal tinggi juga cukup signifikan yakni mencapai 33 persen.
Tingginya gejala radikalisasi di masjid-masjid kementerian, lembaga dan BUMN, menunjukkan pemerintah sepertinya kurang peduli terhadap masjid-masjid yang secara struktural berada di bawah mereka.
Penelitian dilakukan dengan cara, setiap masjid didatangi oleh satu orang relawan untuk merekam khutbah dan mengambil gambar brosur, buletin dan bahan bacaan lain yang terdapat di masjid. Bahan-bahan inilah yang dijadikan acuan untuk menilai apakah masjid tersebut terindikasi radikal atau tidak.
Meskipun masjid-masjid tersebut membawa simbol negara, para takmir masjid dan penentuan khatib Jumat ditemukan mempunyai pandangan keagamaan yang cenderung ekstrem.
Direktur Rumah Kebangsaa, Erika Widyaningsih mengatakan, penelitian tersebut untuk menjawab pertanyaan sejauh mana potensi radikalisme di masjid-masjid kementrian, lembaga dan BUMN melalui materi khutbah. Materi khutbah mencerminkan sikap/haluan/pandangan keagamaan para pengurus masjidnya (takmir). Para khatib yang dipilih/ditentukan oleh takmir masjid mencerminkan pandangan keagamaan masjid tersebut.
Editor : Sotyati
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...