Peneliti LIPI: Indonesia Harus Merangkul Benny Wenda
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dua mahasiswa kandidat Ph.D yang sedang menuntut ilmu di Inggris menyarankan agar Indonesia menekan Inggris yang saat ini melindungi Benny Wenda, pentolan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang menjadi salah satu orang yang dicari pihak keamanan di Indonesia.
Muhammad Zulfikar Rakhmat, seorang peneliti dan kandidat Ph.D sekaligus wartawan lepas di Inggris, bersama dengan Media Wahyudi Askar, kandidat Ph.D pada University of Manchester yang juga Presiden Indonesian Student Association di Inggris, menulis di huffingtonpost.com, bahwa kebijaksanaan pemerintah Inggris yang memberikan suaka kepada Benny Wenda, lambat atau cepat akan memperkeruh hubungan Inggris dan Indonesia.
Menurut mereka, kehadiran Wenda sangat mungkin menjadi batu sandungan bagi kerjasama yang lebih kuat antara London dan Jakarta. Pada kenyataannya, hubungan Indonesia-Inggris telah tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir; khususnya di bidang ekonomi, budaya dan keamanan.
Ditambahkan, jiika London terus memberikan rumah yang aman bagi Wenda, mungkin menyebabkan krisis kepercayaan dari pemerintah Indonesia. Hal ini dapat secara signifikan mengganggu rencana London untuk membuat Indonesia menjadi target investasi utama di Asia.
Namun, pendapat ini tidak disetujui oleh peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas, yang banyak melakukan penelitian tentang Papua.
Melakukan tekanan-tekanan ekonomi, menurut Cahyo, tidak sesuai dengan kelaziman diplomasi modern. Justru ia menyarankan Indonesia harus merangkul dan mengajak Benny Wenda berdialog.
"Menurut saya pemerintah harus mengajak Benny Wenda berdialog, merangkul dan memberi tempat. Kalau dengan cara-cara diplomasi menekan seperti itu, saya kira kurang sesuai dengan perkembangan zaman," kata Cahyo Pamungkas, dalam wawancara dengan satuharapan.com.
Ia menambahkan, kalau memang Pemerintah tidak mau berdialog dengan Benny Wenda, pemerintah Indonesia harus bisa memastikan Otonomi Khusus yang selama ini banyak ditawarkan berjalan dengan baik. "Artinya Pemerintah Indonesia harus memastikan tidak ada namanya depopulasi dimana jumlah populasi Papua semakin menurun," kata Cahyo.
"Kalau memang Pemerintah Indonesia tidak melakukan dialog secara politik dalam menyelesaikan Papua, maka cara lainnya dengan serius melakukan pembangunan di Papua bukan dengan cara menekan pemerintah Inggris. Itu bukan cara yang elegan," kata dia.
Cahyo berpendapat masalah yang selama ini diangkat oleh masyarakat Papua bukan hanya mengenai ketertinggalan pembangunan ekonomi. Banyak masalah lain yang selama ini menjadi ganjalan, dan karena itu memerlukan dialog.
"Persoalaan ekonomi dan pembangunan berkontribusi pada konflik di Papua. Pemerintah selalu bilang begini, Papua kan sudah menerima banyak dana, pemerintah mengklaim, pemerintah selalu menyalahkan pemerintah daerah Papua. Kalau itu menjadi masalahnya tidak perlu dilakukan dengan dialog cukup pemerintah memastikan pembangunan di Papua berjalan dengan baik, pemerintah Indonesia harus memaksa pemerintah provinsi atau kabupaten/kota di Papua agar pembangunanan berjalan dengan baik. Kalau persoalan kemiskinan tidak perlu dialog nasional. Tetapi ada persoalaan pelanggaran HAM dan politik. Untuk itu Indonesia harus melakukan suatu dialog," kata Cahyo.
Menurut Cahyo, apapun kebijakan pemerintah pusat dalam menyelesaikan masalah Papua, kalau tidak dilakukan dengan cara dialog dan musyawarah dengan tokoh-tokoh politik di Papua baik yang di dalam maupun yang di luar negeri, itu akan sia-sia.
Editor : Eben E. Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...