Peneliti UGM: KPK Juga Harus Mengawasi Dana Desa
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Dengan akan dinaikannya alokasi dana desa pada tahun 2016, diharapkan pengalokasian dan penggunaan dana desa bisa lebih baik dibandingkan tahun yang lalu. Pengawasan juga harus dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah, supaya tidak ada tindakan korupsi dan penyalahgunaan yang menggunakan dana desa,” kata Irsyad Rafianda.
Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (Himiespa) Universitas Gadjah Mada, mengemukakan hal itu dalam esai penelitian dan kajiannya, pada hari Sabtu (23/1).
Cara melihat alokasi dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sudah dilakukan secara tepat guna adalah dengan melihat hal itu dari alur dan regulasi penerimaan dana desa, bagaimana dana desa tersebut digunakan oleh desa, dan faktor lain seperti peluang korupsi pada dana desa.
“Pengunaan dana desa bisa dibilang sudah ada yang tepat sasaran, meskipun belum sempurna. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menetapkan Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2015 mengenai prioritas penggunaan dana desa. Di peraturan tersebut disebutkan, dana desa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya dan lingkungan. Penggunaan dana desa bisa dibilang cukup bagus karena banyak daerah yang menggunakan dana desa sesuai dengan peraturan tersebut,” ujar Irsyad.
Pemerintah menyalurkan dana untuk pembangunan desa melalui pertimbangan pemberian dana desa yang terdapat pada UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Namun, menurutnya, masih banyak aspek yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sebagai pemberi dana desa, “Pengalokasian dana desa pada tahun ini mempunyai masalah di aspek waktu penerimaan dana desa.”
“Banyak desa yang baru saja menerima dana desa beberapa bulan sebelum bulan Desember. Di Temanggung misalnya, beberapa desa baru menerima dana desa pada akhir bulan Oktober padahal waktu untuk menggunakan dana desa hanya sampai bulan Desember. Hal ini membuat pembangunan tidak efektif. Infrastruktur tidak bisa selesai tepat waktu. Desa yang belum mendapatkan dana melakukan pembangunan menggunakan dana pinjaman atau utang dari pihak ketiga. Memulai pembangunan desa dengan dana dari utang merupakan hal yang berisiko,” kata Irsyad.
Pada bulan Juni 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan potensi-potensi korupsi yang ada pada dana desa.
Irsyad mengatakan, potensi korupsi tersebut meliputi empat aspek, yaitu aspek regulasi dan kelembagaan, aspek tata laksana, aspek pengawasan, dan aspek sumber daya manusia.
Dari aspek regulasi dan kelembagaan, regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang belum lengkap merupakan potensi korupsi dalam dana desa. Dari aspek tata laksana, kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa dan satuan harga baku untuk patokan bagi desa untuk menyusun APBDes yang belum tersedia menjadi potensi korupsi. Dari aspek pengawasan, efektivitas perangkat daerah dalam melakukan pengawasan yang masih rendah ditambah dengan kurang baiknya saluran pengaduan masyarakat dianggap sebagai potensi korupsi. Dari aspek sumber daya manusia, ada peluang tenaga pendamping malah melakukan korupsi atau penipuan memanfaatkan lemahnya anggota perangkat desa.
Banyaknya potensi korupsi membuat kebijakan dana desa tahun depan harus dievaluasi lagi agar lubang-lubang potensi korupsi bisa ditambal. (himiespa.feb.ugm.ac.id)
Editor : Sotyati
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...