Penerbangan Sipil Meningkat, Tapi Ditantang Masalah Keamanan
MONTREAL, SATUHARAPAN.COM – Keselamatan penerbangan sipil harus menjasdi perhatian penting mengingat transportasi global diperkirakan akan meningkat dua kali lipat hingga tahun 2030.
Hal itu terungkap dalam pertemuan khusus awal pekan ini di Montreal, Kanada, yang diselenggarakan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional PBB (UN International Civil Aviation Organization (ICAO), International Air Transport Association (IATA), Airports Council International (ACI) dan Organisasi Layanan Navigasi Penerbangan Sipil (Civil Air Navigation Services Organization / CANSO).
Dalam pertemuan itu ICAO mengungkapkan bahwa jumlah penerbangan saat ini mencapai 30 juta penerbangan per tahun, dan akan tumbuh menjadi 60 juta. Sedangkan jumlah total penumpang tahunan didiperkirakan akan meningkat menjadi enam miliar orang dari saat ini sebanyak tiga miliar.
"Itu merupakan tantangan yang signifikan," kata Olumuyiwa Benard Aliu dari Nigeria, yang juga Presiden Governing Council ICAO. Dia menekankan pentingnya untuk melakukan segala kemungkinan untuk membantu menjamin keamanan penerbangan.
Keamanan Penerbangan Sipil
Pertemuan itu dipicu oleh jatuhnya pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 di Ukraina bagian timur pada tanggal 17 Juli lalu. Pesawat yang terbang dari Amsterdam, Belanda, ke Kuala Lumpur, Malaysia itu diduga ditembak dengan peluru kendali, dan menyebabkan kematian seluruh penumpang dan awaknya yang berjumlah 298.
"Jatuhnya Malaysia Airlines Penerbangan MH17 tidak dapat diterima. Organisasi kami ingin menyampaikan belasungkawa kami yang terdalam kepada keluarga para penumpang dan awak yang kehilangan nyawa mereka dalam peristiwa tragis ini," kata peserta dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan setelah pertemuan pada hari Selasa (29/7).
"Sementara penerbangan adalah bentuk transportasi paling aman, tetapi insiden MH17 telah menyuarakan keprihatinan atas gangguan keselamatan terhadap pesawat sipil yang beroperasi ke, dari, dan di atas zona konflik," kata pernyataan itu.
Pertemuan itu memutuskan PBB bersama mitra-mitranya membentuk gugus tugas untuk mengurangi risiko keamanan bagi pesawat sipil terbang di atas daerah konflik, dan memastikan bahwa "informasi yang tepat mencapai orang yang tepat pada waktu yang tepat. "
Pertemuan itu menekankan perlunya informasi intelijen yang mungkin mempengaruhi keselamatan penumpang dan awak secara akurat dan tepat waktu. Namun diakui bahwa hal ini adalah usaha yangsangat kompleks dan sensitif secara politis, yang melibatkan tidak hanya peraturan penerbangan sipil dan prosedur, tetapi juga keamanan nasional dan kegiatan pengumpulan informasi intelijen.
Gugus tugas itu terdiri dari para ahli, negara dan industri yang akan membahas tantangan penerbangan sipil dan aspek keamanan nasional untuk memastikan bahwa "informasi yang tepat mencapai orang yang tepat pada waktu yang tepat." (un.org)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...