Penerbitan Perppu Mahkamah Konstitusi Memicu Pro Kontra
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penandatanganan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Mahkamah Konstitusi tadi malam (17/10) memicu pro kontra.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Mahkamah Konstitusi yang akan diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah sangat terlambat dan kehilangan unsur kegentingan.
"Kalau ini keadaan mendesak kan presiden bisa mengeluarkan Perppu, tapi sayangnya ini terlalu lama, sudah kehilangan memaksanya. Perppu itu kan kegentingan yang memaksa, kalau pas malam itu Akil ditangkap lalu besoknya dikeluarkan Perppu, itu orang bisa terima, tapi ini membuat Perppu begini saja butuh waktu berminggu-minggu, tidak jelas ini," kata Yusril di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan saat ini MK sudah dalam perjalanan memulihkan institusinya secara mandiri, di mana suasana persidangan MK makin hari makin tenang jika dibandingkan satu hari pasca-Akil Mochtar ditangkap KPK.
"Setelah tiga minggu ini kepercayaan masyarakat pulih kembali. Ada langkah hukum yang lebih pasti, baik yang dilakukan KPK, PPATK dan Majelis Kehormatan MK, sehingga saya melihat dikeluarkannya Perppu saat ini sudah sangat terlambat," kata Yusril.
Dia mengaku heran dengan lamanya penerbitan Perppu terkait MK. Sebab sepengetahuannya, seorang ahli hukum Erman Rajagukguk mampu menyusun Perppu dalam waktu setengah jam.
"Tetapi ini tiga minggu belum juga, dan terlalu lama," kata Yusril.
Dia menilai saat ini lebih baik melakukan revisi Undang-Undang MK dengan menitikberatkan kepada pengawasan Hakim MK.
Terkait rencana penerbitan Perppu MK sendiri, sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa (15/10) dini hari, menyatakan akan menandatangani Perppu tentang Mahkamah Konstitusi dalam dua hari mendatang.
"Malam ini saya pimpin Rapat Kabinet untuk membahas Rancangan Perppu tentang MK. `Insya Allah` dalam dua hari ini Perppu akan saya tandatangani," katanya.
Menurut Presiden dalam Perppu tersebut akan terdapat tiga hal penting, yaitu persyaratan Hakim Konstitusi, proses penjaringan dan pemilihan Hakim Konstitusi, dan pengawasan Hakim Konstitusi.
"Perppu ini selaras dengan UUD 1945 dan kita bebaskan dari kepentingan politik partisan dalam memilih Hakim Konstitusi," katanya.
Presiden mengharapkan dengan penerbitan Perppu maka kepercayaan rakyat terhadap MK bisa pulih kembali dan MK bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
Harjono: Majelis Kehormatan Permanen Jangan Cari Panggung
Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono mengharapkan anggota Majelis Kehormatan MK yang akan ditetapkan secara permanen melalui Perppu Presiden, tidak hanya mencari panggung politik.
"Kalau yang kita sepakati anggota Majelis Kehormatan MK minimal berusia di atas 62 tahun. Kalau sudah tua kan kemungkinan tidak mencari panggung (politik)," kata Harjono di Gedung MK, Jakarta, Kamis malam.
Dia mengatakan jika mengacu pada Majelis Kehormatan Komisi Yudisial yang selama ini dipilih DPR, biasanya beranggotakan orang muda di bawah usia 50 tahun.
"Jika mengacu pada Majelis Kehormatan KY yang dipilih DPR selama ini di bawah usia 50 tahun, itu umur muda cenderung hanya mencari panggung, karena mengawasi MK ini `prestis` (kebanggaannya) tinggi banget," katanya.
Meskipun demikian, Harjono mengatakan pihaknya masih akan melihat terlebih dulu sikap DPR terhadap Perppu tersebut, sebelum mempersiapkan segala sesuatunya.
"Kami lihat dulu konkretnya. Tunggu DPR. Jangan kita siapkan segala sesuatunya justru ditolak DPR, kan percuma," katanya.
Sementara itu Harjono mengatakan MK tetap akan membentuk Majelis Pengawas Etik, untuk berjaga-jaga apabila Perppu ditolak DPR.
"Majelis Pengawas Etik tetap kita bentuk, sehingga kalau Perppu ditolak DPR, MK tetap memiliki pengawasan," kata dia.
Sebelumnya, pada Kamis malam di Istana Kepresidenan Yogyakarta, Menko Polhukam Djoko Suyanto membacakan Perppu MK yang diterbitkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Perppu itu berisi tentang tiga hal utama yakni penambahan persyaratan hakim konstitusi, mekanisme pengajuan hakim konstitusi dan perbaikan pengawasan Mahkamah Konstitusi.
Beberapa butir Perppu MK mengatur antara lain terkait pembentukan Majelis Kehormatan MK yang tadinya "ad hoc" menjadi permanen, serta pembentukan panel ahli oleh Komisi Yudisial untuk menguji calon hakim konstitusi ke depannya. (Antara)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...