Penerima Penghargaan Kalpataru dan Wana Lestari Mengembalikan Penghargaan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tiga peraih penghargaan Kalpataru dan Wana Lestari yaitu Marandus Sirait, Wilmar Eliaser Simanjorang, dan Hasoloan Manik mengembalikan penghargaan tersebut kepada Presiden dan Menteri Kehutanan. Demikian siaran pers WALHI pada hari Minggu (1/8).
Penghargaan Kalpataru yang diberikan Pemerintah bagi yang berjasa melestarikan lingkungan tidak lebih dari selebrasi semata-mata. Sampai saat ini, pemberian penghargaan tanpa tindakan lebih lanjut dari Pemerintah di pelbagai level untuk benar-benar membantu dan menghargai lingkungan. Hal ini menyebabkan penerima Kalpataru merasa upaya yang mereka lakukan seakan percuma.
“Hutan di wilayah Samosir dan Toba Samosir telah berkurang luasnya sejak beroperasinya PT Indo Rayon (sekarang PT Toba Pulp Lestari) yang membutuhkan kayu untuk bubur kertas. Permohonan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) baik dari perusahaan luar negeri maupun lokal yang ditujukan kepada Bupati Samosir tujuh tahun lalu saya tolak karena saya masih menjabat sebagai bupati. Penolakan tersebut didasari karena saya mengerti manfaat penting kelestarian lingkungan dan saya tahu bahwa hutan semakin menipis,” kata Wilmar Simanjorang.
Kondisi ekosistem Danau Toba mengalami kerusakan dalam taraf cukup serius. Hal tersebut nampak pada dua subjek yaitu luas tutupan hutan terus berkurang dan kualitas air danau yang telah tercemar ringan. Sementara PT Gorga Duma Sari (GDS) akan berinvestasi dengan pemanfaatan lahan di lokasi hutan alam Tele. Status areal hutan itu berstatus Area Penggunaan Lainnya (APL) dengan luas 800 ha.
Marandus Sirait juga menyampaikan keprihatinannya menyaksikan kerusakan ekosistem Danau Toba. Marandus Sirait mengatakan, “Hutan Tele yang tinggal tersisa 800 hektar sangat berharga bagi masyarakat di lingungan Toba. Jangan bandingkan hutan di wilayah Toba dengan Kalimantan. Kami sangat menyesalkan pemberian IPK kepada PT GDS dan siapapun oleh Dinas Kehutanan dan Bupati setempat. Kami sangat mengharapkan Bupati segera mencabut ijin tersebut sebagai bentuk perbaikan atas kebijakan yang kami anggap keliru.”
Danau Toba telah ditetapkan sebagai kawasan tujuan wisata dan kawasan strategis nasional harus dijaga fungsi dan kelestariannya. Menurut Mukri Friatna dari WALHI, kegiatan yang bersifat merusak seperti penebangan hutan harus dihentikan dan jangan sampai menunggu bencana tiba. WALHI memastikan mendukung upaya masyarakat dalam menyelamatkan ekosistem Danau Toba dan penyelamatan lingkungan lainnya di pelbagai tempat di Indonesia.
“Penghargaan-penghargaan yang kami dapatkan dulu itu tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi akibat kebijakan keliru Pemerintah. Atas dasar tersebut, penghargaan yang telah kami dapatkan akan kami kembalikan dan rencananya akan kami sampaikan hari Selasa 3 September 2013 lusa,” kata Hasoloan Manik yang berasal dari Kabupaten Dairi. “Kami ke Jakarta ini hadir secara mandiri atas biaya sendiri dan kami pastikan tidak ada yang menyuruh-nyuruh apalagi kasih biaya.”
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...