Pengadilan Bebaskan Jurnalis Jepang yang Fitnah Presiden Korsel
SEOUL, SATUHARAPAN.COM – Sebuah pengadilan Korea Selatan pada Kamis (17/12) telah membebaskan seorang wartawan Jepang yang memfitnah Presiden Korea Selatan Park Geun-hye dengan mengakhiri tuntutan pidana yang dikhawatirkan akan memicu tindak kekerasan terhadap perbedaan pendapat.
Tatsuya Kato, kepala biro koran Sankei Shimbun Seoul, didakwa tahun lalu dengan memfitnah Park dalam sebuah artikel yang mempertanyakan keberadaannya pada hari di mana kapal feri Sewol tenggelam tahun lalu yang menewaskan 304 orang.
Artikel ini menuai rumor bahwa presiden tidak dapat ditemukan selama tujuh jam karena dia sedang kencan dengan mantan ajudannya. Pihak kantor kepresidenan sempat menolak keras artikel tersebut.
"Artikel itu menunjukkan ketidakwajaran yang cukup besar," kata kantor berita Yonhap mengutip hakim Lee Donggeun di Pengadilan Pusat Distrik Seoul. "Namun, sulit untuk menyimpulkan bahwa ia memiliki niat untuk mencemarkan nama baik presiden sebagai tokoh masyarakat." Kata Lee di mana saat itu pengadilan telah menjatuhkan hukuman penjara kepada Kato selama 18 bulan.
"Artikel saya terfokus pada keberadaan kekuasaan tertinggi di negara pada hari bencana besar," kata Kato dalam konferensi pers setelah putusan pengadilan dibacakan. "Ini disajikan untuk kepentingan publik. . . Saya ingin bertanya apakah jaksa Korea mengincar saya karena saya seorang wartawan Jepang?"
Diplomat Jepang juga khawatir bahwa hal ini bisa bermotif politik. Hubungan bilateral Jepang dan Korea telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir lebih dari apa yang dilihat Korea Selatan ketika Tokyo menolak untuk bertanggung jawab atas perbudakan seksual perempuan Korea selama perang dunia kedua.
Setelah melakukan lobi lebih lanjut dari Washington untuk pemulihan hubungan antara sekutu regional utamanya, Park bulan lalu mengadakan pertemuan puncak bilateral pertama dengan Abe karena keduanya mengambil alih kekuasaan hampir tiga tahun lalu, meskipun pembicaraan berikutnya pada sengketa sejarah telah gagal untuk menghasilkan terobosan.
Tapi fakta bahwa Kato menghadapi hukuman penjara karena artikelnya menuai kecaman dari kelompok hak asasi manusia. "Hukum pencemaran nama baik pidana seperti Korea Selatan memiliki efek dingin pada kebebasan berekspresi dan bekerja melawan kepentingan umum menjadi hal yang salah bagi kritikus dan pelapor, dan mencekik pers bebas," kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia Human Rights Watch. (ft.com)
Editor : Eben E. Siadari
AS Memveto Resolusi PBB Yang Menuntut Gencatan Senjata di Ga...
PBB, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat pada hari Rabu (20/11) memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (Per...