Pengadilan Bebaskan Ulama yang Perkosa dan Bunuh Putrinya
RIYADH, SATUHARAPAN.COM – Seorang ulama Arab Saudi yang dituduh memperkosa dan membunuh putrinya berusia lima tahun pada 2012, dibebaskan pada hari Rabu (26/8) dengan jaminan setelah pengadilan banding membatalkan beberapa tuduhan di pengadilan sebelumnya.
Kasus Fayhan al-Gamdi, seorang ulama yang mengakui dirinya pernah kecanduan narkoba di masa lalu, sempat mengejutkan masyarakat Saudi karena kasus dengan putrinya, yang tinggal bersama mantan istrinya, dibakar dan dipukuli sampai mati menggunakan kabel dan tongkat panas. Gamdi telah menyatakan keraguan tentang keperawanan putrinya.
Mansour al Khunaizan, pengacara Gamdi, mengatakan bahwa pengadilan banding telah membebaskan kliennya karena tidak ada bukti kekerasan seksual terhadap putri Gamdi yang bernama Luma. Di pengadilan sebelumnya, tuduhan itu muncul setelah ditemukan air mani di tubuh Luma.
Khunaizan menuntut bahwa tuduhan pembunuhan itu juga dihapuskan. Menurutnya, Gamdi hanya "mendisiplinkan anak secara berlebihan hingga mengakibatkan kematian" - sebuah tuduhan yang mengarah pada hukum kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Tuduhan kekerasan seksual dan pembunuhan tersebut akhirnya dibatalkan dan pengadilan memutuskan untuk membebaskannya dengan uang jaminan.
"Pengadilan banding telah memutuskan membebaskan klien saya dengan jaminan dan untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga bisa dirujuk ke pengadilan yang lebih rendah untuk memeriksanya," kata Khunaizan kepada harian Saudi al-Sharq.
Pengacara Gamdi juga memperingatkan bahwa media sudah salah melaporkan kasus ini hingga merusak reputasi kliennya dan bersumpah akan mengambil tindakan yang serius.
Ibu Luma, yang awalnya mendukung hukuman delapan tahun penjara untuk mantan suaminya, malah setuju untuk menerima "uang darah" sebanyak satu juta riyal Saudi atau sekitar Rp 3,7 miliar seperti yang ditetapkan oleh hukum Saudi.
"Saya punya tiga anak lain (dari pernikahan sebelumnya) dan rumah untuk dirawat dan saya akan membutuhkan uang," kata sang ibu. "Tidak ada untungnya bagi keluarga kami jika mantan suami saya dipenjara. "
Gamdi awalnya divonis delapan tahun penjara dan 800 cambukan pada tahun 2013. Istri keduanya dijatuhi hukuman sepuluh bulan dan 150 cambukan karena meski mengetahui tetapi tidak melaporkan penyiksaan dan penganiayaan terhadap Luma.
Khunaizan berpendapat bahwa tidak ada cukup bukti yang mendukung tuduhan bahwa Gamdi telah membunuh putrinya.
Luma meninggal setelah koma selama empat bulan. Dia tidak dimakamkan sampai empat bulan kemudian, karena menunggu penyelidikan dan prosedur otopsi.
Orang tua Luma bercerai ketika ibunya, seorang warga negara Mesir, masih hamil Luma. Sang ibu mengatakan bahwa Gamdi berubah menjadi kasar dan memukulinya setelah pernikahan mereka. Pengadilan memutuskan Luma tetap diasuh oleh ibunya sampai dia berumur tujuh tahun, dan dia berhak mengunjungi ayahnya.
Kunjungan terakhir seharusnya berlangsung selama dua minggu, tetapi Gamdi menolak mengembalikan Luma pulang ke ibunya.
"Kata-kata terakhir saya dengar darinya adalah 'Aku mencintaimu, ibu, dan saya selalu berdoa untukmu,'" kata ibunya. (middleeasteye.net)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...